Gunung Merapi (2012)


Tanggal 19 – 20 Juni 2012 akhirnya kami (saya, Ira istri saya, dan anak-anak, Arga kelas 2 SMP dan Sekar kelas 5 SD) mendaki Merapi, tertunda dua tahun dari rencana awal. Sebetulnya kami sudah siap mendaki Merapi pada Juni 2010, tetapi Arga tiba-tiba demam beberapa hari sebelum berangkat. Dan, Oktober 2010, Merapi erupsi besar.

Bagi saya, pendakian Merapi kali ini adalah yang ke 20-an. Pendakian ke Merapi sebelumnya pada bulan Juni 1994 bersama pak Wid (Widjajono Partowidagdo, Wamen ESDM yang meninggal saat mendaki gunung Tambora).

Persiapan mendaki ke Merapi cukup bagus, anak-anak berlatih setiap hari, dan kami susun program “try-out” beberapa kali di sekitar Bandung. Justru saya yang banyak bolong-bolong karena sering harus ke luar kota. Selain itu, jauh-jauh hari kami sudah cari informasi mengenai kondisi Merapi ke penginapan Ratri di Selo, dan pesan kamar. Katanya, Merapi OK untuk didaki.

Selasa sore 19 Juni kami betul-betul datang ke Ratri, disambut dengan keramahan khas Merapi oleh pemiliknya, persis seperti mereka menerima saudara atau kenalan dekat. Mereka tidak percaya kami bisa mendaki Merapi tanpa guide, dan menyarankan Sekar agar ditinggal saja di penginapan, tidak ikut mendaki. Mereka mewanti-wanti supaya kami hanya sampai Pasar Bubrah saja, mereka bilang pendakian dari Pasar Bubrah ke Puncak saat ini dilarang.

Di Penginapan Ratri, Selo

Pasar Bubrah adalah suatu dataran sebelum Puncak, di mana Puncak Merapi adalah suatu ketinggian yang seolah-olah menyembul dari Pasar Bubrah. Perlu sekitar satu jam dari Pasar Bubrah ke Puncak.

Penginapan Ratri adalah penginapan satu-satunya di jalur persiapan pendakian Merapi. Terletak di pertigaan jalan raya dengan jalur pendakian ke Merapi, yang saat ini ditandai dengan “New Selo”, lokasi wisata baru di “pintu masuk” pendakian Merapi. Ratri cukup bagus untuk skala pendaki gunung, mempunyai sekitar 10 kamar. Tapi hari itu, hanya kami yang menginap, jadi kami bisa pilih yang paling nyaman dan pemanas airnya jalan.

Sore sebelum pendakian kami isi dengan makan di warung sate di Pasar Selo, beli ketan (jadah) untuk bekal mendaki, kemudian balik ke penginapan. Setelah itu kami packing dan bagi-bagi isi ransel. Selepas Isya’, kami bersiap tidur dan memasang weker jam 11.30. Suhu cukup dingin, sekitar 12 derajat celcius di luar ruangan.

Sebelum weker bunyi, kami semua sudah bangun karena kedinginan. Jam 12.00 kami meninggalkan penginapan. Mobil kami bawa sampai di bawah New Selo, dan dititipkan di rumah Pak Jarwo, yang merupakan rumah terakhir sebelum New Selo. Pendakian kami dimulai dari rumah Pak Jarwo, langsung menanjak tajam sampai New Selo.

Pendakian diawali dengan melewati ladang penduduk. Sepanjang perjalanan melewati ladang penduduk ini, kami beberapa kali berhenti untuk beradaptasi dengan medan gunung di malam hari. Bagi Arga dan Sekar ini adalah pendakian pertamanya. Sekar merasa pusing dan minum obat dulu. Beberapa rombongan turis asing melewati kami.

Jalur pendakian Merapi pasca erupsi saat ini sangat jauh berbeda dengan dulu. Medannya lebih terbuka, pohon besar jarang ditemui. Jalan yang dilewati lebih ekstrim. Pada jalanan tanah, tanahnya kering dan berupa tanah lepas yang licin bercampur dengan abu vulkanik berwarna keputihan. Pada jalanan batu, banyak batuan lepas dengan tekstur yang masih tajam, yang menunjukkan batuan yang masih baru.

Hal tersebut di atas membuat pergerakan kami tidak secepat yang direncanakan. Jam 5 pagi kami baru sampai Pos I, yang merupakan awal dari punggungan menuju Pasar Bubrah. Di sini kami shalat Subuh dan istirahat. Dari posisi ini dapat dilihat Puncak Merapi di depan dan Gunung Merbabu di belakang.
   
Istirahat di Pos I

Tunggul Pos I dengan Latar Belakang Merbabu

Mulai Pos I ini, medan sudah terbuka, kami berjalan di punggungan. Pemandangan sangat indah, tetapi pasca erupsi ini jalur pendakian menjadi lebih ekstrim. Dalam perjalanan dari Pos I sampai Pasar Bubrah, kami tidak ketemu dengan pendaki lain. Baru di Pasar Bubrah kami bertemu dengan satu rombongan pendaki.

Perjalanan dari Pos I sampai Pos II

Perjalanan dari Pos II sampai Pasar Bubrah

View Sindoro-Sumbing di Kejauhan

Dinding Batu sebelum Pasar Bubrah

View Puncak Merapi dari Pasar Bubrah

Pasar Bubrah

Kami sampai di Pasar Bubrah sekitar jam 7. Terlihat ada 2-3 tenda dan beberapa orang di sekitar tenda. Di kejauhan, terlihat beberapa orang turun dari Puncak Merapi. Tadinya kami berniat sampai Puncak, meskipun sudah dikasih tahu bahwa pendakian hanya boleh sampai Pasar Bubrah. Tetapi melihat medan yang begitu berat, kami putuskan hanya sampai Pasar Bubrah saja.

Perjalanan Pulang


Perjalanan pulang ke base camp kami tempuh dalam waktu sekitar 7 jam. Dengan kondisi jalan yang licin dan berdebu, kami tidak dapat turun dengan cepat. Ira, Arga dan Sekar beberapa kali terpeleset. Kami sampai di base camp di Ratri sekitar jam 2 siang, dengan sambutan hangat dari pemilik penginapan. Alhamdulillah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gunung Gede Pangrango

Gunung Palasari

Gunung Bukit Tunggul (2019)