Gunung Baekundae (2015)


Tahun ini adalah tahun ketiga saya diundang untuk mengajar training di Seoul. Pada dua kesempatan sebelumnya, kami tidak sempatkan jalan-jalan secara khusus, paling hanya selintas melihat obyek wisata yang ada di kota. Pada kesempatan ketiga ini, kami mengalokasikan waktu untuk jalan-jalan, yang agak beda dengan yang biasa dilakukan oleh wisatawan Indonesia pada saat mengunjungi Korea Selatan.

Kami sampai di Seoul hari Kamis tanggal 9 Juli 2015. Pendakian ke Bukhansan kami lakukan besoknya, hari Jumat, dengan pertimbangan terutama adalah cuaca. Menurut ramalan cuaca, hari yang tidak ada kemungkinan hujan hanya besok dalam akhir minggu ini.


Bukhansan adalah pegunungan di sebelah utara kota Seoul, Bukhansan sendiri memang artinya pegunungan utara. Kota Seoul dikelilingi pegunungan, meskipun tidak setinggi pegunungan di Indonesia. Kalau di Indonesia, barangkali kita sebut pebukitan. Bukhansan adalah pegunungan tertinggi dan terbesar di Seoul.

Kami telah pelajari berbagai informasi mengenai pendakian Bukhansan dari internet, terutama dari website resmi Bukhansan National Park. Di situ tertulis ada 3 pintu masuk atau awal pendakian. Tetapi ternyata ada jauh lebih banyak lagi, yang akan saya ceritakan kemudian.

Pintu masuk yang kami pilih adalah melalui pintu utama Bukhansan National Park, karena kebetulan bisa dicapai dengan sekali naik subway dari hotel kami di Sadang, yaitu subway Line 4. Kami berempat naik dari Sadang station jam 08.30, turun di Gireum station. Dari Gireum station keluar pintu 3, jalan sedikit ke halte bis 110. Naik bis 110 sampai terminal terakhir dekat Bukhansan National Park. Sampai di sini jam 09.30.

Information Center di Pintu Masuk

Dari terminal jalan ke pintu masuk Bukhansan National Park sekitar 200 meter. Di sini terdapat kantor information center. Kami membeli peta pendakian di sini dan beberapa souvenir kecil. Selain itu di lokasi ini juga banyak toko yang menjual berbagai keperluan pendakian, tetapi kami tidak sempat melihat-lihat.

Kami memulai pendakian jam 10.00. Ada pos penjaga pintu masuk, tetapi kita tidak perlu lapor dan tidak perlu bayar. Banyak pendaki lain yang akan naik maupun yang turun. Di Seoul, hiking merupakan kegiatan yang sangat popular. Ini dapat dilihat dari pengunjung Bukhansan National Park.

Kalau dibuat statistic, pengunjung Bukhansan National Park hari itu kira-kira adalah: 25% berumur di atas 60 tahun, 25% antara 40-60 tahun, 25% antara 20-40 tahun, 20% di bawah 20 tahun, dan 5% turis asing. Dalam semua kelompok umur itu, jumlah laki-laki dan perempuan bisa dikatakan sama banyak. Artinya, mendaki gunung di Seoul dilakukan oleh semua orang, segala umur, laki-laki dan perempuan. 

Mereka mendaki ada yang berkelompok, dan banyak juga yang sendiri. Ada kelompok yang campuran laki-laki dan perempuan, ada kelompok yang perempuan semua (kelompok ibu-ibu), banyak juga ibu-ibu yang mendaki sendiri. Tentunya ini sulit untuk diterima oleh orang Indonesia jika diceritakan. Di Indonesia, ibu-ibu hampir semuanya malas olah raga outdoor.

Pos Masuk Bukhansan National Park

Ternyata berbekal peta saja tidak cukup. Percabangan dan pilihan rute pendakian sangat banyak. Sementara petunjuk yang ada hampir semuanya dengan tulisan Korea. Di Bukhansan National Park ini banyak sekali obyek tujuan jalan-jalan, tidak semua pendaki ke puncak, atau bahkan hanya sebagian kecil pendaki yang ke puncak. Sementara puncaknya sendiri ada banyak. Oleh karena itu, sering bertanya mutlak diperlukan. Orang Korea pada umumnya ramah, hanya saja sedikit yang bisa bahasa Inggris.

Peta Bukhansan National Park

Jika kami tidak bertanya, kami sudah pasti akan tersesat atau tidak sampai ke tujuan yang direncanakan. Alhamdulillah kami selalu mendapat pertolongan yang diperlukan. Ada satu orang yang sangat memperhatikan kami, dan mencari kami waktu kami salah jalan, bahkan membagikan bekalnya kepada kami.

Terus terang kami tidak menduga perjalanan seberat ini. Kami tadinya sangat percaya diri karena sudah sering mendaki gunung yang jauh lebih tinggi dibanding Bukhansan di Indonesia. Medan Bukhansan cukup berat dan menanjak, bahkan ada satu bagian yang harus memanjat dengan bantuan tali. Di samping itu, cuaca hari itu sangat panas. Bagi kami yang baru datang kemarin dan belum cukup recovery, medan dan cuaca Bukhansan terasa sangat berat.

Tujuan pertama kami adalah Bogungmun Gate, yaitu pintu gerbang benteng. Bukhansan ini pada jaman kerajaan Korea merupakan benteng pertahanan dari arah utara. Ada benteng seperti Tembok China dalam ukuran yang lebih kecil. Tembok benteng ini membentang sepanjang 8 km.

Sekitar 30 menit dari pintu gerbang Bukhansan National Park, kami sampai di lokasi semacam kuil. Jalan dari pintu gerbang sampai kuil ini masih bisa dilalui mobil. Dari kuil ke atas, melalui jalan setapak. Tapi perlu diingat bahwa alternative jalan banyak sekali. Ini hanya salah satu rute saja yang kebetulan kami lewati. Petunjuk di jalan yang kami lewati sangat minim.

Kuil Pertama Yang Dijumpai

Jam 11.00 kami ketemu jalan yang lebih besar dan ada petunjuk, 1.7 km ke Bogungmun. Tidak jauh dari percabangan ini, ada percabangan ke arah mata air. Untuk mengambil air ke mata air, harus turun sekitar 200 meter dengan jalan yang sangat menanjak. Tetapi pengorbanannya terbayar, karena airnya segar dan dapat diminum. Di mata air, banyak pendaki lain yang sudah mengantri dengan botol yang besar-besar.


Mata Air Yang Bisa Diminum

Meskipun di papan petunjuk hanya 1.7 km, ternyata waktu tempuhnya cukup lama. Medannya menanjak dan beberapa bagian cukup ekstrim. Di bagian ini kami menemui dinding batu yang harus dipanjat dengan tali.

Panjat Tebing

Tidak ada alternative jalur di dinding batu ini. Artinya semua pendaki, tua muda harus melewati dinding terjal ini. Mungkin bagi orang Korea, mereka sudah terbiasa dengan jalur seperti ini, sehingga mereka membawa peralatan yang memadai, seperti sarung tangan untuk panjat/turun tebing.

Di jalur esktrim lain yang sudah disediakan jalur bantuan berupa tangga dan jembatan, sekelompok pendaki ibu-ibu berumur sekitar 40 tahunan lebih memilih jalur asli yang menantang. Pada foto di bawah, terlihat 2 ibu-ibu yang tidak mau mengambil jalur bantuan.



Jam 13.00, kami sampai di pertigaan dengan jalan di pinggir benteng. Di sini kami istirahat dan makan sebagian bekal. Kami salah jalan di sini, mestinya dari pertigaan ini arah kami adalah Daedongmun, bukan Bogungmun. Tapi dewa penolong datang kepada kami, Mr. Kim Young yang sempat ngobrol dengan kami di jalur sebelumnya mencari kami dan membawa kami ke Daedongmun. Bahkan dia memberi sebotol air mineral dan dua buah tomat besar.

Lokasi di mana Mr. Kim menemukan Kami

Kami sampai di Daedongmun jam 13.30. Daedongmun merupakan tempat terbuka yang luas. Di sini banyak pendaki beristirahat dan makan siang, tersedia juga toilet, tidak jauh dari toilet terdapat heli pad. Di arah sebaliknya, yaitu di mana kami tersesat, juga terdapat heli pad. Tersesat di sini artinya kalau kami melewati jalan tersebut, kami menjauhi puncak Baekundai yang kami tuju. Ternyata kami seharusnya tidak lewat Bogungmun.

Bersama Mr. Kim dan Temannya di Daedongmun

Kami berpisah dengan Mr. Kim dan temannya di Daedongmun, karena dia menuju arah yang berbeda dengan kami. Tetapi dia meninggalkan catatan dan petunjuk kepada kami untuk mencapai Baekundai dan jalur pulang terpendek untuk kami.

Catatan Mr. Kim

Dari Daedongmun ke Puncak Baekundai masih 3.1 km. Patok penunjuk arah seperti pada gambar di bawah. Dari sini sampai ke Baekundai, jalan mengikuti benteng di sisi kanan. Petunjuk arah cukup jelas, tetapi kami semakin jarang ketemu pendaki lain. Jalan langsung menanjak terjal, yang menyebabkan kaki Arga kram.

Petunjuk Jalan

Jam 14.30 kami sampai di Dongjangdae. Di sini ada kuil komandan pendeta Budha. Dari Dongjangdae ke Puncak Baekundae masih 2.5 km, dengan jalan yang lebih landai dibanding sebelumnya.

Foto Bersama di Dongjangdae

Jam 14.45 kami sampai di Yonganmun. Di sini kami istirahat sebentar. Cuaca sangat panas, yang cukup menguras tenaga. Bekal minum dan makan yang tersisa kami atur sedemikian rupa agar cukup sampai Puncak Baekundae. Menurut informasi Mr. Kim, setelah dari Puncak Baekundai ada shelter yang menjual makanan dan minuman.

Perjalanan selanjutnya dari Yonganmun ke Baekundai 1.5 km, yang melewati Puncak Yongambong dan Puncak Nojaekbong. Jalan terjal melewati batuan granit massif. Untungnya sudah dibuat jalur bantuan berupa tangga atau kawat baja. Di sini pemandangan sudah mulai terbuka, terlihat gedung-gedung di kota Seoul dengan cukup jelas.



Jalur Bantuan

Pada pukul 15.30, kami ketemu dengan seorang kakek yang berjalan sendiri dengan arah berkebalikan dengan kami. Kami mengobrol sebentar, dan dia dengan bangga bilang sudah berumur 70 tahun. Luar biasa.

Kakek Yang Mendaki Sendirian

Melewati tangga-tangga panjang membuat ketahanan saya jatuh, kaki saya kram. Sehingga tidak bisa jalan cepat. Jam 15.45, kami sampai di Wimun, pertigaan ke Puncak Bakundae dan ke Baegun Shelter. Di sini ada pos penjaga gunung.

Pos Penjaga Gunung

Berikutnya adalah tahap akhir ke Puncak Baekundae. Kalau hanya melihat, jalur pendakian kelihatan sangat berat dan menakutkan. Kalau saja tidak ada jalur bantuan, rasanya mustahil bisa sampai puncak, dengan kondisi fisik saat itu.

Jalur ke Puncak Baekundae dengan Latar Belakang Benteng

Kelompok Pendaki Ibu-ibu Yang Semangat

Hampir Tiba di Puncak

Puncak Sudah Terlihat

Akhirnya Sampai di Puncak

Jam 16.30 kami sampai Puncak Baekundai 836 mdpl. Tidak dapat berlama-lama di puncak, karena di belakang sudah banyak yang antri. Puncak Baekundai berupa batu granit massif. Di area puncak ini hanya ada batu granit dengan warna abu kemerahan. Di Puncak Bakundae terdapat prasasti yang sudah tidak jelas tulisannya, yang menyatakan kemerdekaan Korea dari Jepang tahun 1700-an.

Puncak Insubong dan Kota Seoul dari Puncak Baekundai

Pemandangan yang dapat dilihat dari Puncak Baekundai adalah puncak-puncak lain di sekitarnya, lereng-lereng Bukhansan, dan di kejauhan terlihat kota Seoul, sungai Han, dan pegunungan bagian selatan Seoul. Puncak tertinggi kedua setelah Baekundai adalah Puncak Insubong di sebelahnya yang terlihat abu-kemerahan. Puncak Insubong mirip kepala bebek, demikian juga beberapa bentuk batuan di Puncak Baekundae.

Antrian Turun dari Puncak Baekundai

Seperti halnya pada saat naik, pendaki harus antri turun satu per satu. Jam 17.00, kami sampai kembali ke Wimun. Kali ini kondisi kami sudah pulih dan semangat. Kurang dari setengah jam, kami sudah sampai di Baegun Shelter. Kami minum sepuasnya di sini dan makan siang.

Mengisi Logistik di Baegun Shelter

Baegun Shelter berupa satu rumah, dengan penjaganya sepasang kakek dan nenek, serta seekor anjing kecil. Ada beberapa set bangku di luar ruangan dan di dalam ruangan. Sepertinya eskrim menjadi makanan paling diminati di sini. Tersedia juga toilet yang bagus, tetapi tanpa air.

Penjaga Warung di Baegun Shelter

Jam 18.30 kami melewati pos polisi di tengah hutan. Di sini jam segini masih terang benderang, karena matahari tenggelam jam 20.00. Tapi serangga mulai banyak, yang terbang mengitari kepala. Burung gagak yang banyak di hutan ini juga sudah mulai mencari tempat berlabuh.

Pos Polisi di Tengah Hutan

Jam 19.00 kami sampai di Baegundae Information Center. Ini adalah salah satu pintu masuk ke Bukhansan National Park. Ternyata pintu masuk ke Bukhansan National Park ada sekitar 20 buah. Bisa dibayangkan begitu banyaknya percabangan di taman nasional ini. Sementara tulisan yang dapat dibaca oleh turis asing sangat terbatas. Jadi, tidak dapat dibandingkan antara kita turis asing dengan orang local yang faham situasi Bukhansan dan dapat mengerti petunjuk. Kita turis asing sering salah arah dan berjalan dengan tanpa kepastian.

Keluar dari Bukhansan National Park

Secara total, pendakian berlangsung 9 jam, 7 jam naik dan 2 jam turun. Dengan total ketinggian yang didaki sekitar 700-an meter, karena ketinggian di pintu masuk awal sekitar 100-an mdpl dan ketinggian Puncak Baekundai 836 mdpl.

Perjuangan berikutnya adalah mencari tumpangan ke subway. Katanya ada taksi di sini, tapi setelah lama menunggu tidak ada taksi yang mau dicegat. Akhirnya atas bantuan ibu-ibu Korea, kami naik bus bersama mereka ke terminal bis terdekat. Dari terminal tersebut, kami naik bis regular ke stasiun Suyu. Dari stasiun Suyu, kami naik Subway Line 4 ke Sadang. Kami menyeberangi sungai Han tepat pada saat matahari tenggelam.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gunung Gede Pangrango

Gunung Palasari

Gunung Bukit Tunggul (2019)