Gunung Galunggung (2015)


Galunggung adalah gunung yang paling fenomenal di Jawa Barat dalam beberapa puluh tahun terakhir ini, dengan letusannya yang dahsyat pada tahun 1982. Bahkan konon letusan Galunggung 1982 lebih dahsyat dibanding letusan Merapi 2010, baik dari jumlah material yang dimuntahkan maupun jumlah korban jiwa dan harta benda. Untuk melihat sisa-sisa kedahsyatan letusannya, kami pada tanggal 16 Mei 2015 mengunjungi Galunggung.

Galunggung saat ini telah dikelola menjadi tempat wisata, yaitu di sekitar kalderanya. Kaldera Galunggung berbentuk bulat, dengan diameter sekitar 1 km dan kedalaman sekitar 150 meter. Untuk melengkapi sarana wisata, dibangun tangga wisata dari lokasi parkir ke bibir kaldera. Terdapat satu tangga lain menuju bibir kaldera, tapi dari jalan yang berbeda. Kemungkinan tangga ini yang lebih dulu dibuat pada saat pembuatan pintu air untuk mengeluarkan air dari kaldera Galunggung. Yang paling unik adalah masjid di dalam kaldera, yang menjadi tujuan untuk ziarah bagi sebagian pengunjung.



Pengunjung kaldera Galunggung umumnya hanya naik tangga wisata dan menikmati pemandangan di bibir kaldera sekitar tangga. Di tempat ini banyak warung. Sehingga suasana di sekitar tangga ini hiruk pikuk.


Tangga wisata, 620 anak tangga
Suasana di bibir kaldera sekitar tangga

Ada dua rute jalan untuk mencapai lokasi wisata Galunggung. Yang pertama adalah dari arah Indihiang, dan yang kedua dari arah Rajapolah. Kami mencoba kedua jalur ini. Jalur menuju Galunggung, kami mencoba jalur Indihiang. Tidak jauh dari terminal Indihiang, ada petunjuk arah ke Galunggung, belok kiri. Lumayan jauh juga dari situ, sekitar 30 menit. Jalannya kecil dan belak-belok. Pulangnya kami mencoba lewat Cisayong, keluar di Rajapolah. Jalur ini tidak banyak belak belok dan lebih lebar, tetapi ada penyempitan di beberapa lokasi.

Kami tentunya tidak ingin seperti pengunjung “biasa” yang naik ke bibir kaldera melewati tangga. Kami melewati jalan setapak (garis putus-putus di peta). Jalan setapak ini diawali dari depan toilet, sebelah tower. Jalan setapak berupa pasir hitam Galunggung. Petunjuk arah di Galunggung sangat minim, beruntung kami mendapatkan jalur yang bagus untuk mengitari kaldera Galunggung. Garis putus-putus di peta menunjukkan jalur yang kami tempuh. Tapi jalur itu tidak bisa dibalik, karena kalau dibalik akan kesulitan untuk keluar dari kaldera.


Berpose dengan background kaldera Galunggung

Menuruni kaldera dari jalur yang kami tempuh cukup ekstrim. Jalur berupa turunan tajam pasir hitam yang lepas, jadi kita bisa ski pasir di sini. Oleh karena itu, harus menggunakan sepatu. Jalur ini hanya untuk turun, karena kalau naik akan sulit sekali.



Menuruni kaldera Galunggung

Di lembah kaldera, suasana terasa hening. Tidak ada sinyal hp di sini. Kaldera seluas 1 km persegi ini sepertiganya tergenang air, terlihat jalur-jalur air di lantai kaldera yang menunjukkan aliran air yang cukup besar. Katanya, dulu sebelum ada pintu air, air bisa menggenang dengan kedalaman 30 meter. Terlihat beberapa tenda dari kelompok yang mau camping di sekitar danau. Ada dua warung yang siap melayani 24 jam orang yang camping di sini.

Di arah sebalik dari danau, terlihat masjid dan gapuranya, meskipun tidak cukup jelas. Kami mencoba menuju ke sana, melewati jalan setapak yang simpang siur di sini, tanpa ada penunjuk arah. Akhirnya kami hanya bisa sampai seberang gapura, karena terhalang oleh sungai yang cukup deras dan batu-batu besar di dasar sungai. Tampak tanah/pasir di depan gapura sudah longsor dan bisa jadi sebentar lagi gapuranya akan ikut longsor.

Gapura masjid yang hampir longsor

Di pinggir danau Galunggung

Selanjutnya kami kembali lagi ke arah danau. Danau ini terlihat dangkal sebetulnya. Di tengah danau ada sebuah pulau atau tanah yang menyembul sekitar 5 meter di atas permukaan air. Terdengar bunyi kodok di sini.

Kami naik kembali ke bibir kaldera dari arah yang berkebalikan dengan arah datang. Cukup lumayan tanjakannya, sehingga kami harus 3-4 kali berhenti mengatur nafas dan tenaga. Akhirnya kami kembali ke titik awal pendakian di sebelah tower. Total kami menghabiskan waktu sekitar 4 jam untuk mengitari dan berjalan-jalan di dalam kaldera Galunggung.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gunung Gede Pangrango

Gunung Palasari

Gunung Bukit Tunggul (2019)