Gunung Papandayan (2014)
Pendakian ke
Papandayan kami lakukan hampir tanpa persiapan. Hari Natal 25 Desember 2014,
jam 03.30 berangkat dari Bandung, tol dari Pasteur ke Cileunyi ternyata cukup
padat, yang terus berlanjut sampai Garut. Jam 05.00 kami sampai Tarogong dan
shalat subuh di SPBU. Dari alun alun Tarogong belok kanan ke arah Cikajang,
dengan tujuan ke Cisurupan. Sampai di Pasar Cisurupan jam 06.30, beli makanan
pagi dan segala perbekalan di sini.
Pasar Cisurupan |
Dari Pasar
Cisurupan, gunung Papandayan sudah terlihat jelas. Sekitar 300 meter dari pasar
terdapat pertigaan, ambil jalan lurus-kecil bergapura di samping alun-alun
Cisurupan. Di situ banyak mobil bak terbuka yang menunggu dicarter para
pendaki.
Pertigaan Masuk ke Arah Papandayan |
Dari
Alun-alun Cisurupan sampai pos pendakian Papandayan ditempuh sekitar 30 menit.
Jalan cukup bagus, aman untuk sedan. Pos pendakian Papandayan dari arah Garut
dinamakan Camp David. Ongkos masuk Camp David untuk 4 orang dengan mobil 45
ribu. Di pos, kami mendaftar dan membayar parkir 10 ribu. Untuk pendaki yang
pulang hari (tidak camping) disebut “tektok”. Kembalinya nanti, kita juga harus
melapor.
Camp David
mempunyai lapangan parkir yang luas, yang dikelilingi warung makanan, souvenir
dan peralatan pendakian, juga terdapat musola dan toilet. Pada saat kami
datang, masih banyak pendaki yang tidur di warung-warung.
Camp David |
Jam 08.00
kami mulai pendakian. Ada peta pendakian yang dipasang di area jalan masuk. Medan
awal pendakian adalah jalan batu tak beraturan. Terlihat sedikit bekas-bekas
jalan aspal yang sudah tidak jelas.
Peta Pendakian |
Berjalan
sekitar 30 menit sudah terlihat kawah Papandayan. Asap belerang mengepul dari
kawah, yang berada sangat dekat dengan jalur pendakian. Untungnya arah angin
tidak mengarah ke jalur pendakian. Kalau asap belerang sampai terhirup, nafas
akan sesak dan batuk-batuk.
Jalur
pendakian bisa dikatakan tidak ada, kita bebas mau pilih lewat mana, tidak ada
trek khusus di sepanjang kawah. Banyak wisatawan yang tujuannya hanya sampai
kawah, menikmati pemandangan di sini. Kalau pendaki, umumnya tujuannya camping
di Pondok Saladah.
Foto di Kawah |
Medan di Sepanjang Kawah |
Uniknya, ada
motor yang membawa barang dagangan menuju Pondok Saladah, dengan kondisi medan
yang ekstrim. Namun motor ini sesungguhnya merusak jalur pendakian, suara
bising dan polusinya juga mengganggu. Untungnya sepanjang perjalanan kami hanya
ketemu dengan dua motor. Tapi jangan berfikir bisa naik motor ke Pondok
Saladah, karena kalau jatuh bisa berbahaya, dan juga motor ini banyak
didorongnya kalau jalannya menanjak ekstrim.
Motor “Logistik” |
Medan kawah
berakhir di Pos I, sekitar 1 jam dari awal pendakian. Dari sini ada dua pilihan
jalur, yaitu menuju Pondok Saladah/Hoberhuut dan menuju Hutan Mati. Tapi tidak
ada petunjuk jalan sama sekali, atau petunjuk jalannya tidak jelas. Jalur ke
Pondok Saladah belok kanan dan menurun di awalnya. Jalur ke Hutan Mati menanjak
cukup ekstrim.
Pos I |
Sebagian
besar pendaki umumnya mengambil jalur ke Pondok Saladah. Medan di jalur ini berupa
jalan tanah dan nantinya akan masuk ke hutan Cantigi. Banyak air di jalur ini.
Bahkan kita akan melewati sungai kecil yang dapat membasahi sepatu. Di
sepanjang jalan juga akan terlihat beberapa pipa air, yang berarti ada mata air
di sekitar puncak gunung.
Sungai di Jalur Pondok Saladah |
Setelah
melewati sungai, jalan mulai menanjak dan mengecil, memasuki hutan Cantigi. Di
sini terlihat kerusakan jalan yang diakibatkan motor, sehingga jalan cukup
licin untuk pendakian.
Sekitar 30
menit dari Pos I, sampailah di Pos II Hoberhuut. Pos II ini berbentuk lapangan
rumput yang cukup luas. Pos II adalah persimpangan antara pendakian dari arah
Pengalengan (Tegal Panjang) dan dari arah Garut (kawah). Pendaki bisa
bercamping di sini. Terdapat warung yang menyediakan berbagai jenis makanan,
termasuk nasi uduk. Di sini terdapat juga toilet, dengan air yang selalu
mengalir.
Pos II Hoberhuut |
Perjalanan
dilanjutkan melalui hutan Cantigi seperti medan sebelumnya. Sekitar 30 menit,
sampailah di Pondok Saladah, tujuan utama pada pendaki Gunung Papandayan. Di
sini terdapat lapangan untuk camping yang cukup luas, dan banyak tenda yang
sudah berdiri. Fasilitas yang ada yaitu warung dan toilet. Bahkan ada penjual
bakso di sini.
Pondok Saladah |
Pondok
Saladah adalah tujuan utama bagi banyak pendaki gunung Papandayan. Banyak
pendaki yang berhari-hari camping di sini, apalagi dengan adanya warung. Puncak
bukan tujuan utama pendaki Papandayan. Pondok Saladah dikelilingi hutan Cantigi
dan juga Edelweis. Di sini juga ada sungai, sehingga tempat ini sangat ideal
untuk berkemah.
Dari sini
ada dua jalur menuju Tegal Alun dan Puncak. Kami mengambil jalur ke kiri
melalui Hutan Mati, menyeberangi sungai yang memaksa sepatu kembali basah.
Pemandangan di Hutan Mati cukup menakjubkan. Hutan ini adalah bekas hutan
Cantigi yang terbakar pada saat Papandayan meletus tahun 2002.
Foto di Hutan Mati |
Cuaca mulai
mendung dan berkabut. Jam sudah menunjukkan jam 11. Kami buka bekal di sini.
Jam 11.30, kami putuskan untuk turun, karena kalau pun dipaksakan naik, mungkin
tidak akan dapat melihat pemandangan terbaik Papandayan, karena kabut yang
tebal.
Kami turun
langsung ke Pos I, tidak melewati Pondok Saladah dan Pos II. Akhirnya jam 13.00
kami sampai kembali di Camp David. Mungkin lain kali kami akan tuntaskan
pendakian ke Papandayan.
Komentar
Posting Komentar