Gunung Semeru (2016)


Mahameru menjulang tinggi
Membelah angkasa biru
Berpayung awan nan putih bersih
Menggetar hati terharu
(Mahameru, karangan Samsidi)

Sebait lagu keroncong di atas adalah lukisan kemegahan dan keindahan Mahameru, puncak Gunung Semeru. Tentunya bukan hanya Mahameru yang megah dan indah, seluruh kawasan yang termasuk dalam Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru (TN-BTS) mempunyai keindahan alam yang sudah terkenal di seluruh dunia.



Gunung Semeru mempunyai ketinggian 3676 mdpl, puncak tertinggi di Pulau Jawa dan merupakan gunung berapi tertinggi ketiga di Indonesia setelah Gunung Kerinci dan Gunung Rinjani (Jayawijaya dengan puncaknya Puncak Jaya, Puncak Mandala dan Puncak Trikora adalah pegunungan, bukan gunung berapi).

Gunung Semeru adalah salah satu gunung di Indonesia yang pengelolaan pendakiannya cukup bagus, sehingga dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar dengan tetap menjaga kelestarian alamnya. Pendaki Gunung Semeru berasal dari berbagai daerah di Indonesia dan banyak juga yang berasal dari manca negara. Pendakian Gunung Semeru umumnya dilakukan selama tiga hari dua malam, tetapi banyak juga yang lebih lama dari itu, agar dapat lebih lama menikmati keindahan alam Semeru.

Persiapan


Mendaki gunung bagi kami adalah suatu liburan keluarga, dan Semeru adalah tujuan pendakian kami kali ini. Tentunya untuk mendaki gunung perlu persiapan khusus. Yang pertama adalah waktunya, karena cukup sulit juga meng-akur-kan jadwal. Konstrain utama adalah Arga, si sulung, yang tahun ini masuk ke perguruan tinggi. Waktunya harus dicocokkan dengan jadwal tes masuk dan pendaftaran ITB. Demikian juga Sekar, si bungsu, yang tidak mau ketinggalan acara di sekolahnya. Akhirnya ditentukan waktunya adalah 27-31 Juli 2016.

Setelah ada kepastian waktu, selanjutnya dilakukan pemesanan tiket pesawat, hotel/penginapan, sewa mobil, dan pemandu/guide. Pada pendakian kali ini, kami menggunakan jasa guide, untuk memastikan kami dapat mencapai puncak Semeru. Paket yang kami ambil adalah yang “biasa”, yaitu hanya guide dan porter peralatan regu (tenda dan makan). Peralatan pribadi (sleeping bag, matras, baju ganti, makan-minum pribadi, dll) tetap kami gendong di ransel/carrier.

Persiapan yang tak kalah penting adalah fisik dan mental, karena fisik kami tidak selalu on-fire untuk naik gunung. Sesungguhnya persiapan fisik kami tidak cukup optimal, karena terbentur dengan bulan puasa, musim hujan, lebaran, dsb-nya. Bahkan pada try-out kami dua minggu sebelum hari H pendakian, kami kehujanan sepanjang turun dari Jayagiri ke Lembang, sehingga fisik kami sempat drop.

Rencana/itinerary pendakian kami adalah sebagai berikut, yang ternyata tidak banyak meleset pada pelaksanaannya.




Menuju Camp Ranu Pane


Kami mendarat di Surabaya hari Rabu jam 07.30, selanjutnya menuju Malang – Tumpang – Ranu Pane, menginap di Ranu Pane. Ranu Pane (Ranupane/Ranu Pani/Ranupani) termasuk dalam Kabupaten Lumajang, tetapi umumnya pendaki dari arah Malang. Kami menggunakan mobil sewaan dari Surabaya, yaitu H***a M*****o, setelah banyak bertanya mengenai rute Tumpang – Ranu Pane, yang katanya sangat ekstrim.

Dari Malang ke Tumpang ditempuh selama sekitar 1 jam. Jalan mulus dan lebar. Tumpang adalah keramaian terakhir sebelum Ranu Pane. Pendaki yang menggunakan kereta api ke Malang umumnya naik angkutan umum dari stasiun Malang ke Tumpang, turun di Pasar Tumpang. Di Pasar Tumpang banyak berjejer Jeep untuk mengangkut pendaki ke Ranu Pane.

Di Tumpang tersedia segala keperluan mendaki Semeru. Ada pasar, beberapa minimarket, toko perlengkapan pendakian, dan Puskesmas 24 jam. Bagi yang belum membuat surat kesehatan, dapat membuat surat kesehatan di Puskesmas, yang terletak di dekat Pasar Tumpang. Surat kesehatan adalah persyaratan utama untuk mendapatkan SIMAKSI (Surat Izin Masuk Kawasan Hutan Konservasi) untuk pendakian Semeru, di samping fotokopi KTP.

Dari Tumpang ke Ranu Pane ditempuh selama sekitar 1 jam, dalam kondisi biasa (tidak macet atau ada perbaikan jalan). Jalan mulai mengecil dan menanjak. Dari Tumpang menuju Poncokusumo – Gubug Klakah, jalan masih aspal bagus. Selanjutnya Gubug Klakah – Ngadas – Jemplang, jalan kecil di punggungan bukit, kanan-kiri jalan jurang, belak-belok dan turun-naik, tapi jalan masih relative bagus untuk mobil minibus. Dari Jemplang ke Ranu Pane, jalan tidak mulus, sehingga mobil minibus agak kesulitan di sini.

Bagi yang belum biasa melewati jalan Tumpang – Ranu Pane akan terasa sangat mendebarkan. Jalan sempit, belak-belok, dengan jurang di kanan-kiri. Tetapi tidak bagi penduduk local. Motor, mobil sayur, dan jeep pendaki tetap ngebut. Seolah mereka menteror kami yang menggunakan mobil pribadi. Jeep pendaki umumnya mengangkut pendaki penuh sampai pada duduk di atap mobil.

Camp Ranu Pane


Ranu Pane adalah desa pertanian, tetapi dengan adanya pendakian Semeru, membuka banyak lapangan kerja baru di desa ini; sebagai guide dan porter, membuka warung makan, penginapan, tempat parkir, dsb.

Pos pendakian terletak di tepi danau Ranu Pane. Fasilitas yang ada di pos pendakian yaitu kantor Balai Besar TN-BTS, pos perijinan pendakian, tempat briefing/information center, pendopo atau pondok pendaki (gratis), toilet, mushola, lapangan parkir (tetapi tidak boleh parkir di sini), toko peralatan pendakian dan souvenir, warung makan, serta pondok pendakian berbayar (dikelola masyarakat).

Untuk mobil dan motor yang akan mendaki Semeru, diharuskan parkir di luar kompleks pos pendakian, yaitu di area lapangan Ranu Pane. Untuk mobil, ongkos parkir sebesar Rp 25 ribu/hari. Termasuk kami yang menginap di Penginapan Marsel, untuk parkirnya juga diharuskan di tempat parkir mobil untuk pendaki.

Penginapan Marsel terletak di area lapangan Ranu Pane. Penginapan ini terlihat masih baru dan paling “modern” di sini. Di sebelah kiri penginapan terdapat tempat parkir motor beratap yang luas sekali, kapasitasnya mungkin bisa mencapai seribu motor. Di belakang parkir motor ada pura Hindu, tapi kami tidak sempat melihat ke dalam. Di sebelah kiri terdapat kantor desa, yang menyediakan fasilitas wifi, yang dapat ditangkap di bagian depan penginapan. Di Ranu Pane ini tidak ada sinyal ponsel. Wifi tersedia di dua tempat, yaitu di balai desa dan di pos pendakian.

Fasilitas di penginapan Marsel yaitu rumah makan, toko peralatan pendakian dan souvenir, dan penginapan. Penginapan terdapat beberapa pilihan, yaitu kamar dengan kamar mandi di dalam, kamar tanpa kamar mandi, dan barak. Untuk kamar dengan kamar mandi di dalam, disediakan air panas untuk mandi.

Selain penginapan Marsel, ada banyak penginapan lain. Yang terkenal adalah penginapan Pak Tasrip. Tetapi untuk penginapan di luar area pos pendakian, penginapan Marsel adalah yang paling dekat dengan pos pendakian, hanya terhalang lapangan dan danau Ranu Pane. Dari penginapan Marsel ini Puncak Semeru terlihat sangat indah.

Di Penginapan Marsel

Ranu Pane – Ranu Kumbolo


Kamis, 28 Juli 2016, jam 07.30 kami meninggalkan penginapan menuju pos pendakian. Saya dan Arga membawa ransel seberat sekitar 9 kg, Ira dan Sekar membawa ransel seberat sekitar 5 kg. Di pos pendakian sudah menunggu 2 orang guide dan 1 orang porter kami. Guide kami bernama Deni dan Anto, yang berasal dari Yogya. Porter kami pak Tulin, orang Ranu Pane, anaknya yang sulung juga sudah menjadi porter.

Pos perijinan pendaki buka jam 08.00 – 16.00. Kami pendaftar pertama hari itu. Biaya pendakian sebesar Rp 17.500/hari/orang untuk hari kerja, dan Rp 22.500/hari/orang untuk hari libur. Untuk pendaki manca negara, biayanya Rp 210.000/hari/orang untuk hari kerja dan Rp 310.000/ hari/orang untuk hari libur. Selanjutnya pendaki diwajibkan mengikuti briefing, tetapi karena kami menggunakan guide, maka kami tidak perlu ikut briefing.

Jam 08.30 kami memulai pendakian. Ketinggian pos pendakian Ranu Pane adalah 2200 mdpl. Terdapat dua pilihan jalur pendakian dari Ranu Pane menuju Ranu Kumbolo, yaitu lewat Watu Rejeng dan lewat Ayek-Ayek. Jalur Watu Rejeng lebih umum dipilih pendaki karena landai, tetapi kalau mau lebih cepat lewat Ayek-Ayek yang lebih terjal. Jalur Ayek-Ayek umumnya digunakan oleh porter. Kami memilih rute Watu Rejeng.


Di Pintu Gerbang


Rute awal adalah jalan aspal Ranu Pane – Lumajang, sepanjang sekitar 1 km. Di pertigaan terdapat gapura yang menandai awal pendakian Semeru. Jalur Ranu Pane – Watu Rejeng – Ranu Kumbolo dibagi menjadi 5 pos, dengan jarak antar pos sekitar satu jam perjalanan. Pos-pos ini ditandai dengan shelter, yang berupa tembok pendek untuk duduk dan atap seng. Di tiap pos ini ada penjual makanan dan minuman, yang barang dagangannya semua sama, yaitu semangka, gorengan (tahu, tempe, pisang, bala-bala), dan makanan-minuman kemasan. Jadi kalau tujuannya hanya ke Ranu Kumbolo, tanpa bawa bekal makanan-minuman pun tidak masalah.

Perlu diketahui bahwa pendaki Gunung Semeru tidak semuanya bertujuan ingin ke puncak, bahkan hanya sebagian kecil yang ingin ke puncak. Sebagian besarnya adalah mereka yang hanya ingin camping di Ranu Kumbolo (Rakum), dan sebagian kecilnya adalah yang ingin camping di Kalimati. Kalau boleh diperkirakan, sekitar 50% hanya ke Rakum, 25% hanya ke Kalimati, dan 25% ke puncak.

Dari gerbang pendakian sampai Pos I jalan landai, tetapi ada dua pilihan jalur, yang berselisih sekitar 30 menit. Kami mengambil jalan yang pendek, dan pastinya lebih terjal. Jalan atau trek dari Pos I ke Pos II berupa paving blok, tetapi hanya sebagian kecil yang masih terlihat atau dilalui, sebagian yang lain tertimbun tanah, sehingga trek pindah ke sebelah paving blok. Di Pos I kami tidak berhenti, baru berhenti di Pos II.

Pos II

Dari Pos II ke Pos III, jalan mulai agak menanjak, menurun, menanjak, menurun. Di sisi kanan terlihat Watu Rejeng, yaitu bukit batu atau dinding batu, seperti Gunung Batu di Lembang. Pos III Watu Rejeng terletak pada ketinggian 2350 mdpl. Pos III ke Pos IV, jalan terus menanjak, di puncaknya terdapat Pos IV. Dari sini sudah terlihat Ranu Kumbolo di kejauhan. Pos IV menuju Pos V Ranu Kumbolo jalan terus menurun.

Menuju Pos V Ranu Kumbolo


Pos V Ranu Kumbolo

Kami sampai Pos V Ranu Kumbolo jam 11.45. Artinya kami hanya membutuhkan waktu 3 ¼ jam untuk menempuh rute Ranu Pane – Ranu Kumbolo. Umumnya pendaki membutuhkan waktu 4 – 5 jam untuk menyelesaikan tahap ini. Di Ranu Kumbolo kami foto-foto, shalat jama’ Dhuhur-Ashar dan makan siang, yang dibekal dari Ranu Pane.


Ranu Kumbolo – Kalimati


Jam 13.00 kami melanjutkan perjalanan ke Kalimati. Ranu Kumbolo adalah sebuah cekungan, sehingga untuk masuk dan keluar dari Ranu Kumbolo harus menaiki dan menuruni bukit. Tanjakan pertama yang harus kami lalui dari Ranu Kumbolo adalah yang dinamakan Tanjakan Cinta, karena kita harus melalui cekungan antara dua bukit yang berbentuk hati.

Di Depan Tanjakan Cinta

Sampai di puncak Tanjakan Cinta, terhampar lembah yang dinamakan Oro-oro Ombo, yang terkenal dengan hamparan lavender-nya. Yang disebut lavender (Verbena Brasiliensis Vell) adalah tanaman semak setinggi dada yang berbunga warna ungu. Bunga lavender ini hanya tumbuh di musim hujan, atau jika ada hujan (banyak air). Saat ini, bunga lavender sudah mulai mengering.

Lavender di Oro-Oro Ombo

Dari Ranu Kumbolo ke atas nama posnya mengikuti vegetasi atau nama lokasi dan hanya ditandai plang tanpa ada shelter. Di ujung Oro-oro Ombo, terdapat Pos Cemoro Kandang. Mulai dari pos ini, vegetasi utamanya adalah Pinus atau Cemara. Pos Cemoro Kandang berada pada ketinggian 2500 mdpl.

Pos Cemoro Kandang

Dari Pos Cemoro Kandang menuju Pos Jambangan melewati hutan pinus yang cukup padat, dengan jalan menanjak mengitari bukit. Pos Jambangan berada di puncak tanjakan ini, dengan ketinggian 2600 mdpl. Dari Pos Jambangan terlihat puncak Mahameru yang besar dan menggetarkan, yang akan didaki besok. Di pos ini terdapat penjual makanan dan minuman.


Pos Jambangan


Selanjutnya jalan dari Pos Jambangan menuju Pos Kalimati pada awalnya landai dan terbuka, tetapi kemudian kembali masuk hutan pinus dan agak menanjak. Plang Pos Kalimati berada di puncak tanjakan ini, dengan ketinggian 2700 mdpl. Setelah itu jalan menurun menuju lokasi camp Kalimati, yang berupa lapangan datar yang luas dan terbuka.


Pos Kalimati


Camp di Kalimati


Kami sampai di camp Kalimati jam 16.00, yang berarti 3 jam perjalanan dari Ranu Kumbolo. Umumnya rute ini ditempuh dalam kisaran 3-4 jam perjalanan. Dari camp Kalimati, puncak Semeru atau Mahameru terlihat sangat jelas, dan sekali-kali terdengar dentuman dari kawah Semeru yang disebut Jonggring Saloka. Pada saat kami datang, sudah banyak tenda berdiri di lokasi ini. Tenda kami juga sudah berdiri. Kami langsung mengatur tenda dan ransel untuk “summit attack” dini hari nanti.

Kalimati dengan Mahameru di Latar Belakang

Kami akan summit attack jam 01.00, jadi kami harus tidur sesegera mungkin. Guide kami langsung memasak makan malam dan porter mengambil air di mata air Sumbermani yang berjarak 30 menit dari lokasi camping. Air dari mata air ini dapat langsung diminum tanpa dimasak. Sore itu menu makan kami adalah sayur sop, ayam goreng, dan kerupuk; yang semuanya fresh dimasak di Kalimati. Kami cukup terkesan dengan keterampilan memasak guide kami.

Selama perjalanan dari Ranu Pane ke Kalimati kami berempat hanya menghabiskan air 4 botol air mineral 600 ml, dari 12 botol yang kami bawa. Selama di camp Kalimati kami menghabiskan 2 botol air mineral, sehingga sisa 6 botol untuk kami bawa besok menuju puncak. Untuk summit attack kami hanya akan membawa dua ransel kecil berisi makanan dan minuman.

Suhu udara cepat menjadi dingin di Kalimati dan angin berhembus kencang, dengan suara yang menderu-deru. Selepas maghrib kami mulai berganti kostum untuk tidur dan summit attack besok dini hari. Kami memakai baju hanoman (longjohn) dilapisi dengan baju dan celana luar, ditambah dengan jaket, tutup kepala dan syal/buff.

Suhu udara di dalam tenda tercatat 9 derajat celcius. Kami berusaha tidur sebisanya, tetapi sulit untuk benar-benar tidur karena dingin dan suara yang gaduh di tenda-tenda sebelah yang mengobrol dengan suara keras sampai malam.

Jam 23.00 sudah ada rombongan yang berangkat summit attack, terdengar suara peluit untuk membangunkan rombongannya. Rupanya mereka rombongan besar, suara obrolan dan suara jejak sepatu melewati tenda kami. Rombongan lainnya kemudian menyusul. Jadi praktis setelah jam 23 itu kami tidak bisa tidur lagi. Akhirnya jam 00.30 kami bersiap summit attack. Guide kami menghidangkan roti dan teh panas. Jam 01.00 kami mulai summit attack.

Summit Attack


Hari kedua, hari Jumat 29 Juli 2016 menjadi hari terberat pendakian kami. Hari inilah pendakian yang sesungguhnya, karena kami akan mendaki dari ketinggian 2700 mdpl sampai 3767 mdpl, lebih dari 1000 m. Sementara pada hari pertama, kami “hanya” mendaki 500 m dari 2200 mdpl menuju 2700 mdpl.

Jalur dari Kalimati menuju Arcopodo sangat terjal, melewati hutan pinus dan tanah berdebu. Semakin ke atas, tanah semakin banyak tertutup oleh batuan dan vegetasi semakin jarang. Batas antara hutan pinus dan batuan lepas dinamakan Kelik, yang berada pada ketinggian 2900 mdpl.

Puncak Semeru yang berupa batuan lepas, yang dari kejauhan terlihat kemerahan, seolah-olah menyembul dan terpisah dari hutan pinus yang mengitarinya. Waktu tempuh dari Kalimati menuju puncak pada umumnya ditempuh dalam waktu 5-6 jam.

Kami menggunakan dua buah tongkat pendakian (trekking pole) untuk membantu berjalan melewati batuan lepas, dan menggunakan gaiter untuk melindungi agar batuan lepas tidak masuk ke dalam sepatu. Kedua benda ini ternyata sangat membantu untuk mengatasi medan pasir-batu ini.

Medan yang berupa batuan kerikil lepas dengan kemiringan sekitar 60 derajat, dengan total ketinggian yang harus didaki sekitar 776 m. Medan ini sangat menguras tenaga dan emosi, karena sulit untuk menjejakkan kaki. Setiap kaki melangkah satu langkah, akan mundur setengah langkah. Selain itu jalur pendakian sempit, sehingga harus antri. Pada musim pendakian, antrian panjang pendaki yang summit attack akan semakin memperlama waktu pendakian ke puncak, yang bisa mencapai 8 jam. Padahal pendaki hanya diperbolehkan di puncak Mahameru sampai dengan jam 11.00, karena dikhawatirkan asap letusan dan gas beracun dari kawah Semeru mengarah ke arah jalur pendakian.

Dengan susah payah, akhirnya kami sampai di puncak Mahameru pada jam 06.45. Di puncak sudah banyak pendaki lain. Angin berhembus sangat kencang di puncak Mahameru. Puncak Mahameru hanya ditandai dengan bendera dan plat yang sudah karatan. Beberapa rombongan yang berfoto di puncak Mahameru membawa sendiri plat atau plakat penanda puncak. Seharusnya, puncak Mahameru mesti ditandai dengan plakat yang lebih baik dan permanen.

Di Puncak Mahameru 3676 mdpl


Kami tadinya mau nunggu letupan awan dari kawah Semeru, tetapi setelah 30 menit menunggu tidak muncul juga, kami putuskan untuk turun. Angin dingin yang berhembus kencang di puncak Semeru membuat kami tidak dapat berlama-lama di puncak. Tetapi baru 10 menit kami berjalan turun, terdengar suara dentuman keras disertai awan putih yang membumbung di langit. Sayang kami tidak cukup sabar menunggu.

Turun dari puncak Semeru jauh lebih mudah dibanding naiknya, tinggal menyerosot di atas batuan kerikil lepas seperti main ski. Sesekali kami terpeleset kehilangan keseimbangan dan jatuh terduduk. Arah turun ditandai dengan bendera merah. Sepanjang rambu-rambu diikuti tidak ada masalah, Insya Allah aman-aman saja. Pendaki yang celaka biasanya karena tidak mengikuti rambu. Jika pendaki turun terlalu ke kanan dari bendera, pendaki dapat jatuh di “blank zone”, yaitu jurang sedalam 75 meter. Medan ke puncak yang membutuhkan waktu 4 jam untuk naik, ternyata hanya perlu 1 jam untuk turunnya.

Ski Pasir Turun dari Puncak


Jam 8.30 kami sampai di Kelik, yaitu perbatasan medan batu dan hutan pinus. Kami beristirahat dulu di sini dan sedikit mengisi perut. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke camp Kalimati. Sampai di Kalimati jam 10.00.

Di Kalimati kami melepas baju hanoman dan packing ransel kami, sambil menunggu guide kami memasak. Menu makan siang hari itu adalah sayur sop ditambah telur puyuh dan daging ayam. Nikmat sekali. Bagi pendaki yang tidak memasak, ada penjual makanan yang menyediakan gorengan dan nasi bungkus. Harga gorengan Rp 2500/buah dan nasi bungkus Rp 15000/bungkus. Tapi tentu saja ketersediaan makanan di penjual makanan terbatas, siapa yang cepat yang dapat. Sehabis makan, kami semua termasuk guide, tidur melepas lelah sampai jam 14.00.

Kalimati – Ranu Kumbolo


Jam 14.00 kami bersiap meninggalkan Kalimati. Banyak juga rombongan pendaki lain yang membongkar tenda, dan pada saat yang sama banyak juga pendaki yang baru datang di Kalimati. Beberapa orang penduduk asli menawarkan jasa porter ke para pendaki yang sedang membongkar tenda.

Kami berjalan santai dari Kalimati ke Ranu Kumbolo, melewati Pos Jambangan, Pos Cemoro Kandang, dan Oro-oro Ombo. Di setiap pos kami berhenti untuk makan semangka sepuasnya. Kami banyak ketemu lagi pendaki-pendaki yang pagi tadi muncak bareng-bareng kami. Ada dua rombongan pendaki lain yang juga berasal dari Bandung.

Meninggalkan Kalimati

Konvoi dengan Rombongan Lain di Oro-oro Ombo


Camp di Ranu Kumbolo


Kami sampai di camp Ranu Kumbolo jam 16.00. Suasana belum terlalu ramai, tenda kami sudah terpasang oleh porter kami. Lokasi tenda kami cukup strategis di tempat yang datar dan di tengah-tengah area camping. Kami langsung membongkar ransel dan mengatur tenda. Acara selanjutnya adalah bersih-bersih badan.

Di Ranu Kumbolo ada aturan tidak boleh mengotori dan menyentuh air danau. Jika perlu air untuk mencuci tangan misalnya, maka harus mengambil air dengan botol dan mencuci tangan jauh dari danau, agar air danau tidak tercemar. Saya sore itu gosok gigi dan “mandi” di Ranu Kumbolo. Untuk memenuhi kebutuhan buang air, di Ranu Kumbolo disediakan toilet. Tetapi kondisinya “luar biasa”. Fasilitas yang sama juga disediakan di camp Kalimati. Karena kondisi ini, lebih banyak pendaki yang mencari alternative di semak-semak, termasuk kami. Jadi hati-hati jika masuk ke semak-semak di sekitar area camping. Disarankan menggunakan sepatu, siapa tahu nanti menginjak “hasil karya” orang lain.

Guide kami sore itu memasak masakan yang enak, yaitu mie goreng dan telur dadar. Ditambah dengan berbagai jenis minuman: STMJ, Milo, dsb.

Guide Kami Memasak Mi Goreng



Ada rombongan pendaki dari Inggris sekitar 20 orang, seumuran anak SMA. Terlihat peralatan yang mereka gunakan adalah merek-merek terkenal. Guide mereka sedang memasak pancake yang besar dan tebal. Selain pendaki dari Inggris, pendaki manca negara lainnya adalah dua pasang pendaki dari Perancis, serombongan pendaki dari Singapura.

Rombongan Pendaki dari Inggris

Semakin sore pendaki yang datang di Ranu Kumbolo semakin banyak. Area sekitar kami yang tadinya lowong, akhirnya menjadi penuh. Bahkan sampai kami tidur pun, pendaki terus berdatangan. Jam 23.00 kami dikejutkan dengan rombongan pendaki yang baru datang dan mendirikan tenda di belakang tenda kami.

Sunrise adalah moment yang dinanti-nanti di Ranu Kumbolo. Jam 05.00 semburat merah di antara dua bukit di atas danau Ranu Kumbolo mulai nampak. Terdengar suara ayam hutan berkokok bersahutan di bukit seberang. Banyak pendaki yang sudah bersiap dengan kameranya.

Sunrise di Ranu Kumbolo


Setelah matahari agak meninggi, kegiatan yang umum dilakukan pendaki di Ranu Kumbolo adalah berjemur dan menjemur segala barang. Barang-barang yang ditinggalkan semalam di luar tenda basah semua. Selanjutnya, semua tenda mulai sibuk memasak.

Pagi-pagi sekali, guide kami menghidangkan steamboat (kuah dengan isi bakso, tahu, sosis, dsb.) sebagai hidangan pembuka pagi itu. Sementara kami makan steamboat, guide kami memasak nasi goreng. Akhirnya makan pagi datang, nasi goreng dengan telur rebus yang digoreng plus kerupuk.

Sarapan di Ranu Kumbolo

Setelah sarapan, kami mulai packing dan menyelesaikan segala urusan di pagi hari. Kami memang tidak buru-buru pagi itu. Jam 09.30 kami baru meninggalkan camp Ranu Kumbolo. Ada perasaan berat untuk meninggalkan Ranu Kumbolo, ada juga perasaan senang karena sudah hampir menyelesaikan perjalanan.

Meninggalkan Ranu Kumbolo


Perjalanan awal untuk keluar dari Ranu Kumbolo menanjak ke Pos IV, dilanjutkan jalan turun – naik dari Pos IV ke Pos III. Pos III ke Pos II juga turun – naik. Pos II ke Pos I dan Pos I ke pintu gerbang pendakian jalanan menurun. Keluar dari gerbang pendakian, di jalan aspal, jalanan menanjak. Sampai di pos pendakian Semeru jam 12.20. Sehingga waktu tempuh untuk naik dari Ranu Pane ke Ranu Kumbolo dan untuk turunnya kira-kira sama, yaitu sekitar 3 jam.

Sepanjang perjalanan turun dari Ranu Kumbolo ke Ranu Pane, kami bertemu dengan banyak sekali pendaki, yang umumnya mereka akan camping di Ranu Kumbolo, karena hari itu adalah hari Sabtu. Di Ranu Pane, kami bertemu dengan rombongan pendaki bule sekitar 20 orang, yang baru datang dengan menggunakan 3 buah jeep.

Alhamdulillah kami telah sampai kembali di Ranu Pane dengan sehat dan selamat. Kami masih belum percaya bahwa kami sudah menjejakkan kaki di puncak tertinggi Pulau Jawa, dengan kondisi fisik kami yang biasa-biasa saja. Hanya dengan kekuatan Yang Maha Kuasa kami dapat menyelesaikan perjalanan ini.


Komentar

  1. Amazing euyyy baca pengalamannya. happy family bingitss dah..you are great, Mas utomo!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Trims ... Makanya Yogi cepetan berkeluarga, biar bisa jalan-jalan bareng keluarga.

      Hapus
  2. ..semoga bisa kesana dalam waktu dekat... seru sekali bisa kesana sekeluarga nih om sama bulik ☺

    BalasHapus
  3. Infonya detail banget, jadi dapat gambaran seperti apa mendaki ke atas. Boleh tau info tarif porter dan guidenya pak? Kalau boleh sekalian no contactnya. Rencana akhir bulan ini mau berkunjung ke ranu kumbolo bersama keluarga.
    Sebelumnya terima kasih infonya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bu Sherly, nama guide-nya Deni Bolang, orang Jogja, no hp. 081242859754. Saya recommend dia. Bulan Juli lalu saya sekeluarga sama mas Deni ke Rinjani dan snorkeling di Gili. Tarif nanti bisa ditanyakan langsung saja, karena akan tergantung trip plan kita. Sebagai patokannya mungkin bisa dibandingkan dengan open trip. Kalo kita private trip ya open trip plus sedikit... hehe...

      Hapus
    2. Terima fast response nya pak tri🙏
      Siip.. saya save nomor mas deni ya

      Hapus
  4. Tarif sewa penginapan marsel berapa mas?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maaf baru dijawab pertanyaannya .. jenis kamar di Marsel ada tiga: kamar dengan kamar mandi di dalam, kamar tidak dengan kamar mandi (di luar), dan barak. Kami mengambil yang pertama, tarifnya seingat saya 400-an ribu.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gunung Gede Pangrango

Gunung Singa

Gunung Palasari