Gunung Lawu (2014)
Lawu mempunyai ketinggian 3265 meter dpl (di atas permukaan laut),
yang merupakan gunung tertinggi keenam di Jawa, setelah Semeru, Slamet, Sumbing,
Arjuna dan Raung. Lawu terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Basecamp atau posko pendakian Lawu terletak di perbatasan juga, Cemoro Kandang
di sisi Jawa Tengah dan Cemoro Sewu di sisi Jawa Timur, yang hanya berjarak
sekitar 1 km. Selain dua basecamp ini, ada satu basecamp lagi yang baru dibuka, yaitu Candi Cetho.
Meskipun jaraknya berdekatan, ternyata Cemoro Kandang dan Cemoro Sewu
sangat berbeda, khususnya dari banyaknya pendaki, Cemoro Sewu jauh-jauh lebih
banyak, mungkin bisa sampai 1 berbanding 100. Hal ini karena jalur Cemoro Sewu
yang lebih pendek. Jalur Cemoro Sewu lebih baru dibanding Cemoro Kandang. Dulu saya selalu
melakukan pendakian dari Cemoro Kandang (yang dulu kami sebut Cemoro Sewu).
Bahkan Cemoro Kandang dulu lebih ramai daripada yang sekarang, karena pendaki
tersedot ke Cemoro Sewu.
Karena jalurnya lebih pendek, Cemoro Sewu tentunya lebih “terjal”
dibanding jalur Cemoro Kandang. Jalur Cemoro Sewu seperti sudah disiapkan untuk
pendakian masal, jalur pendakian dari pintu masuk sampai hampir puncak sudah
dibuat jalan batu dengan lebar rata-rata 1 sampai 2 meter. Tetapi tentu saja
hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki, karena berbentuk trap-trap atau
tangga.
Cemoro Kandang lebih landai. Jalurnya masih alami, jalan tanah. Bahkan
karena jarang dilewati, beberapa ruas jalurnya hanya jalan setapak yang hanya
bisa dilewati satu orang. Pemandangan dari jalur Cemoro Kandang lebih indah
dari Cemoro Sewu. Melewati jalur Cemoro Kandang akan lebih terasa
petualangannya, karena alaminya dan karena sepinya. Meskipun lebih jarang
ketemu orang, tidak perlu takut tersesat, karena banyak petunjuk di jalur
Cemoro Kandang. Kalau di jalur Cemoro Sewu, tanpa ada petunjuk pun tidak
akan tersesat, karena tinggal mengikuti jalan batu.
Lawu merupakan gunung dengan banyak petilasan, baik di gunungnya
maupun di sekitar gunung. Di sekitar gunung Lawu terdapat banyak candi, seperti
Candi Sukuh, Candi Cetho, dan banyak candi kecil lain yang tidak terlalu
terkenal. Di gunung Lawu sendiri, terdapat tempat bertapa dan moksa-nya Prabu
Brawijaya V dan pengikutnya.
Pendakian ke Lawu pada 20/21 September 2014 ini adalah pendakian kami
yang kedua setelah ke Merapi tahun 2012. Kami berempat, saya, istri (Ira), Arga
(kelas 2 SMA) dan Sekar (kelas 1 SMP), sebetulnya tidak dalam kondisi fit,
karena semuanya sedang flu. Tetapi Alhamdulillah, kami semua sampai ke puncak
dan kembali dengan selamat.
Berikut peraturan pendakian Lawu yang dipasang di Cemoro Kandang. Ada
satu hal yang kami langgar dari peraturan itu, yaitu kami berangkat dan pulang
tidak satu jalur. Kami berangkat dari Cemoro Sewu dan pulangnya lewat Cemoro
Kandang. Aturan yang lainnya kami patuhi, khususnya membawa pulang semua sampah
sendiri. Ada 16 botol air minum kosong yang kami bawa sampai rumah, 12 botol
yang kami bawa dari bawah dan 4 botol yang kami beli di puncak Lawu.
Peraturan Pendakian |
Pendakian kami awali dari Cemoro Sewu. Fasilitas di Posko Cemoro Sewu
lebih komplet. Ada dua warung besar yang menjual berbagai keperluan pendakian, dari
sandal, sepatu, ransel, jas hujan, senter, kompor, jaket, dan tentu saja
berbagai jenis makanan. Tiket masuk di Cemoro Sewu Rp 10 ribu per orang dan
parkir Rp 25 ribu per hari.
Ketinggian Cemoro Sewu (dan Cemoro Kandang) adalah 1830 meter dpl.
Kami berangkat jam 8 malam, suhu sekitar 20 derajat, cuaca cerah berangin. Ada
banyak rombongan yang akan mendaki malam itu. Sepanjang perjalanan kami terus
bertemu dengan pendaki lain, kadang saling mendahului. Rata-rata mereka
anak-anak usia SMA atau mahasiswa.
Pos bayangan 1 di ketinggian 1950 m, pos bayangan 2 di ketinggian 2010
m, pos bayangan 3 di ketinggian 2030 m. Jam 09.10 kami sampai di Pos 1, yang
berada di ketinggian 2080 m. Di pos ini ada beberapa warung, tetapi tutup. Semakin
tinggi, suhu semakin rendah dan angin semakin kencang. Pos 2 di ketinggian 2445
m dpl dicapai pada jam 11.20. Kami berhenti sekitar 30 menit, memasak mi instan
untuk menghangatkan badan.
Minggu jam 1.10 pagi, kami sampai di Pos 3 di ketinggian 2665 m dpl.
Di Pos 3 sudah banyak orang di dalam pos, yang berupa bangunan setengah terbuka
yang beratap. Di luar pos ada beberapa tenda yang didirikan pendaki. Kami
beristirahat sekitar 20 menit, tidak bisa berlama-lama karena makin banyak
orang di dalam pos.
Dari Pos 3 ke Pos 4, jalur pendakian semakin terjal dan menyempit
sekitar 1 meter, udara semakin dingin dan angin semakin kencang. Suhu berkisar
6-7 derajat. Dari pos 3 ke atas, semakin banyak pendaki mendirikan tenda dan
semakin banyak yang membuat api unggun (ini tindakan tidak terpuji dari
pendaki, yang katanya adalah pecinta alam). Pos 4 dicapai jam 3.45, di
ketinggian 2930. Pos 4 ini hanya ditandai dengan plang saja, tidak ada
bangunan.
Dari Pos 4 ke Pos 5, tatanan batu di jalur setapak semakin tidak
jelas. Pos 5 juga tidak ada bangunan/shelter, dan sebetulnya saya tidak melihat
plangnya, karena mungkin tertutup tenda-tenda. Jam 5, kami sampai di Sendang
Drajad, mata air di puncak Lawu. Di sini banyak tenda didirikan dan ada semacam
barak pendaki.
Hari mulai terang, medan menjadi terbuka, perjalanan ke puncak semakin
terasa, dan pendaki semakin banyak untuk memburu sunrise di puncak. Lawu
mempunyai 3 puncak, yaitu Hargo Dumilah, Hargo Tuling dan Hargo Puruso. Hargo
Dumilah adalah puncak tertinggi yang paling diburu pendaki, sementara dua
puncak lain tidak populer.
Jam 6 kami sampai di puncak Hargo Dumilah, yang berarti perjalanan
naik adalah 10 jam. Puncak penuh sesak, semua orang berlama-lama berfoto di
puncak. Padahal udara cukup dingin sekitar 5 derajat dan angin cukup kencang.
Di Puncak Tertinggi |
Sesuai dengan rencana, kami turun melalui jalur Cemoro Kandang, dengan
alasan kami mau lewat jalur tanah dan tidak lagi lewat
jalan berbatu di jalur Cemoro Sewu.
Turun dari Puncak |
Sasaran pertama setelah turun dari puncak adalah warung Mbok Yem di
Pasar Dieng/Pasar Setan, dengan ketinggian 3150 m dpl. Warung Mbok Yem terletak
di dekat Hargo Dalem, tempat paling keramat di Lawu yang banyak dikunjungi
peziarah. Kami sampai di Warung Mbok Yem jam 7.30. Fasilitas yang ada di Warung
Mbok Yem adalah barak pendaki, yang bisa menampung sekitar 60 orang pendaki,
serta berbagai makanan dan minuman hangat. Kalau perlu, di sini juga disewakan
kasur lipat. Ada juga toilet darurat, tetapi air mesti bawa sendiri.
Warung Mbok Yem |
Kami langsung pesan nasi pecel plus telur ceplok dan teh manis.
Rasanya sangat lumayan untuk ukuran di puncak gunung. Pelayanannya juga relatif
cepat dan memuaskan. Setelah makan, kami
menggelar sleeping bag dan tidur sejam. Anak-anak paling cepat tidur dan sulit
untuk dibangunkan.
Jam 9 kami melanjutkan perjalanan melawati jalur Cemoro Kandang. Kami
semua merasa enjoy melalui jalur ini. Pendaki-pendaki yang kami temui di
sepanjang perjalanan juga terlihat enjoy. Pemandangan sepanjang jalur ini
sangat indah. Sekitar jam 10 kami sampai di Cokro Suryo, Pos 4 (3135 m dpl)
Cemoro Kandang, terdapat dua prasasti pendaki yang meninggal di Lawu.
Di Cokro Suryo |
Di bawah Pos 4, terdapat percabangan “kritis” yang tidak ada petunjuk arahnya. Untungnya kami sudah
mendapat informasi ini saat di Warung Mbok Yem. Selanjutnya, kami sampai di Pos
3 Penggik 2819 m dpl jam 12 kurang. Di sini kami makan siang dengan mie instan
dan bubur instan.
Di bawah Pos Penggik, ada satu pos bayangan. Selanjutnya Pos 2
Tamansari Atas 2470 m dpl, dan Pos 1 Tamansari Bawah 2180 m dpl, yang
masing-masing ditempuh dalam 1 jam. Jam 4 sore kami sampai di Posko Cemoro
Kandang. Sehingga total waktu tempuh untuk turun melalui Cemoro Kandang adalah
7 jam. Alhamdulillah kami dapat pulang dengan selamat, tidak kurang suatu apa.
Komentar
Posting Komentar