Gunung Mutis, Nusa Tenggara Timur

Gunung Mutis adalah gunung tertinggi di Pulau Timor bagian barat, Nusa Tenggara Timur. Gunung Mutis terletak di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dan Timor Tengah Utara (TTU).

Sabana 1 Gunung Mutis (sumber: wanaswara.com)


Pendakian Gunung Mutis dapat dilakukan dari Fatumnasi, Kabupaten TTS. Fatumnasi dapat dicapai dalam waktu sekitar 4 jam dari Kupang, melewati Soe. Soe adalah ibukota Kabupaten TTS. Berbeda dengan Kupang yang panas, Soe adalah kota dingin, karena berada di dataran tinggi.

Jalan dari Kupang ke Soe adalah jalan provinsi yang cukup lebar, dengan waktu tempuh sekitar 2,5 jam. Dari Soe ke Fatumnasi melewati jalan kabupaten. Pada seperempat perjalanan terakhir menuju Fatumnasi, jalan masih dalam tahap konstruksi.

Kami sampai di Fatumnasi, atau tepatnya di Homestay Lopo Mutis, sekitar jam 15.00. Homestay ini adalah milik Bapak Mateos Anin, ketua adat di sini, yang kami panggil dengan Bapak Raja.



Homestay Lopo Mutis

Lopo adalah rumah adat NTT, yang berupa bangunan bulat terbuat dari kayu, dengan atap berbentuk kerucut yang terbuat dari daun lontar kering. Di komplek lopo milik Bapak Raja ada beberapa buah lopo. Ada lopo untuk homestay, ada lopo untuk aula, dan ada lopo untuk tempat tinggal keluarga Bapak Raja.

Bapak Mateos Anin sudah berusia 85 tahun, tapi masih terlihat sehat dan lincah. Homestay Lopo Mutis ini selain dapat digunakan sebagai basecamp pendakian, juga sebagai pusat informasi pendakian. Bapak Mateos Anin sendiri yang akan memberikan informasi, dengan nomor HP 085239890563.

Kami diterima Bapak Raja di aula Homestay Lopo Mutis. Setelah menyampaikan persembahan (oleh-oleh) untuk Bapak Raja, kami menyampaikan maksud kedatangan kami. Acara penyambutan diakhiri dengan makan bersama dan mengunyah pinang.

Bersama Bapak Raja Mateos Anin


Kami menginap di Villa Fatumnasi (atau Cottage Isu FaenMan), sekitar 300 meter dari Homestay Lopo Mutis. Villa Fatumnasi dapat dibilang sangat bagus untuk ukuran di Mutis. Terdapat lima buah cottage berbentuk lopo dan sebuah restoran.

Villa Fatumnasi


Suhu sangat dingin di sekitar villa, angin kencang menderu-deru. Kami menginap semalam di cottage ini. Di depan pintu kamar kami, tidur melingkar seekor anjing jantan besar, yang baru besoknya kami ketahui namanya si Pintar.

Jumat pagi, tanggal 24 Juni 2022, kami sudah mulai bersiap dari subuh. Jam 6 pagi kami sarapan di restoran, termasuk si Pintar yang telah menjaga pintu kamar kami. Setelah sarapan, kami naik mobil menuju titik awal pendakian.

Dalam pendakian ke Gunung Mutis ini, kami didampingi oleh Mas Yusuf dari Korem 161 Kupang, Pak Eldat dari Kodim 1621 Soe, serta Pak Boy dan Pak Yoel dari Koramil Molo Utara. Selain itu, ada dua orang guide kami yang masih kelas 1 dan kelas 2 SMP, yaitu Ian dan Novi.

Dari cottage Villa Fatumnasi sampai titik awal pendakian ternyata cukup jauh, sekitar 9 km atau 30 menit perjalanan. Sepanjang jalan, dua ekor anjing mengiringi di sebelah mobil kami, yaitu si Pintar dan si Manis. Tadinya kami tidak mengira mereka akan mengikuti kami sampai titik awal pendakian.

Gunung Mutis adalah sebuah cagar alam. Memasuki gerbang cagar alam, pemandangan unik yang terlihat adalah hutan bonsai atau disebut Akuna. Batang-batang pohon berlekuk-lekuk mirip tanaman bonsai, tetapi berukuran besar. Katanya hutan bonsai ini adalah satu-satunya yang ada di Indonesia.   

Gerbang Cagar Alam Mutis


Hutan Bonsai

Kami sampai di titik awal pendakian jam 07.15. Mobil kami parkir di sini. Tempat ini berupa padang rumput, dengan dibatasi bukit batu yang terjal. Cuaca berkabut tipis dan suhu cukup dingin.

Medan awal berupa jalan berbatu selama sekitar 1 jam, sampai dengan Sabana 1. Jalan berbatu ini kondisinya sudah tidak mungkin lagi dilewati mobil offroad di beberapa bagian, dan juga ada batang-batang pohon tumbang yang melintang di jalan. Di perjalanan menuju Sabana 1, kami sempat bertemu dengan kawanan kuda yang sedang merumput.

Sabana 1 adalah padang rumput yang sangat luas. Sabana 1 disebut juga Leol Fui. Untuk melintasi Sabana 1 ini dibutuhkan waktu sekitar 30 menit jalan kaki. Dari Sabana 1 ini jika cuaca cerah dapat terlihat puncak Gunung Mutis di kejauhan. Di sepanjang Sabana 1 ini banyak sekali kotoran kuda dan sapi di rumput.

Di Gunung Mutis ini tidak ada sama sekali petunjuk arah dan juga tidak ada pos-pos pendakian. Sehingga kami betul-betul hanya mengandalkan pada guide kami, apalagi dalam cuaca berkabut dan sangat terbatasnya pandangan. Pada saat melintasi padang rumput yang tidak nampak jalan setapaknya, kami pasti tidak tahu arah jika tidak ada guide.

Sabana 1 dalam Kabut


Setelah Sabana 1 habis, kami masuk ke hutan yang cukup rapat, yang terkadang semak-semaknya menutupi jalan setapak. Medan hutan ini kami tempuh selama sekitar 30 menit. Kemudian kami masuk ke Sabana 2, yang kami tempuh juga dalam waktu sekitar 30 menit. Setelah Sabana 2 habis, kami kembali masuk ke medan hutan.

Sekitar jam 11.00 kami sampai di puncak bayangan. Untuk menuju puncak tertinggi, kami harus turun dulu dan kemudian naik lagi. Jam 11.30 kami sampaik di puncak tertinggi Gunung Mutis, 2458 mdpl. Di puncak ini terdapat tugu penanda puncak tertinggi. Dataran di puncak ini cukup sempit, bahkan sulit untuk hanya sekedar berfoto.

Di Puncak Gunung Mutis


Si Pintar dan si Manis masih dengan setia menemani kami sampai puncak Gunung Mutis. Mereka biasanya berjalan di depan kami, tetapi jika kami terlalu jauh, mereka akan kembali untuk menjemput kami atau berhenti untuk menunggu kami.

Kami hanya sebentar berfoto dan beristirahat di puncak. Jam 11.45 kami sudah langsung turun, karena cuaca kabut dan dingin di puncak. Jika cuaca cerah, dari puncak akan terlihat pantai, laut, dan pulau Alor di arah utara.

Medan pendakian Gunung Mutis dari awal sampai puncak terus naik turun. Sehingga pada saat perjalanan turun, masih banyak jalur yang menanjak. Bahkan pada saat melewati Sabana 1 dan Sabana 2, jalurnya tidak datar, tetapi turun naik.

Si Manis dan Si Pintar Selalu Mendampingi


Dalam perjalanan turun ini, si Manis dan si Pintar masih terus mendampingi kami. Rupanya kedua ekor anjing ini diutus oleh Bapak Raja untuk menemani kami. Kedua ekor anjing ini jinak seperti kucing, kami tidak takut sama sekali kepada keduanya. Padahal biasanya kami takut anjing.

Sepanjang perjalanan naik dan turun Gunung Mutis ini cuaca terus berkabut basah, sehingga kami tidak dapat melihat indahnya pemandangan Gunung Mutis, dan juga baju serta badan kami basah kuyup. Katanya waktu terbaik untuk mendaki Gunung Mutis adalah pada bulan September – Oktober. Sedangkan pada bulan Juni – Juli justru pada saat musim dingin di Gunung Mutis.

Jam 15.30 kami sampai kembali di titik awal pendakian, di mana kami memarkir mobil. Sehingga total waktu pendakian kami adalah sekitar 8 jam, 4 jam 15 menit untuk naik dan 3 jam 45 menit untuk turun. Kami bersyukur dapat menyelesaikan pendakian ini dengan baik, meskipun dalam cuaca yang kurang bersahabat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gunung Gede Pangrango

Gunung Palasari

Gunung Bukit Tunggul (2019)