Dari Masjid ke Masjid di Mesir dan Arab Saudi (2017)



Tujuh bulan berlalu dengan cepat sejak kami membeli tiket, akhirnya hari keberangkatan pun tiba. Berbeda dengan paket umroh pada umumnya, peserta paket umroh yang kami ikuti membeli sendiri tiketnya. Di luar itu, yaitu pengurusan visa dan akomodasi ditangani oleh biro perjalanan. Dengan memegang tiket sendiri, kami tentunya merasa lebih aman dan pasti.

Peserta umroh yang kami ikuti ini secara rata-rata berumur muda dan berpendidikan cukup. Peserta berasal dari berbagai daerah, antara lain: Bandung, Jakarta, Surabaya, Semarang, Medan, Palembang, Balikpapan, Makassar, dan dari berbagai kota lain. Hari keberangkatan adalah tanggal 23 Januari 2017, dengan titik kumpul di bandara KLIA (Kuala Lumpur International Airport).

Pesawat yang kami gunakan adalah Saudi Air. Penerbangan pertama Kuala Lumpur – Jedah ditempuh dalam waktu sekitar 8 jam, sampai di Jedah sekitar jam 10 malam. Di Jedah transit sampai jam 5 pagi. 

Bandara King Abdul Aziz International Airport (KAIA) Jedah terdiri atas terminal haji dan terminal umum. Pagi itu kami transit di terminal umum. Meskipun kondisinya jauh lebih bagus dari terminal haji, terminal umum KAIA belum dapat dikatakan bagus dibanding bandara internasional lain. Banyak penumpang transit yang tidur di lantai, karena jumlah kursi di ruang tunggu yang terbatas.


Sampai di Cairo

Jedah – Cairo ditempuh dalam 2 jam, tapi terdapat selisih waktu 1 jam antara Jedah dan Cairo. Sehingga kami tiba di Cairo sekitar jam 6 pagi tanggal 24 Januari. Hari masih gelap dan dingin. Matahari terbit jam 6.30, suhu pagi itu sekitar 12 derajat. Kami disambut tour guide kami orang Mesir yang fasih berbahasa Indonesia.

Rombongan kami totalnya sekitar 80 orang, yang dibagi ke dalam 2 bis. Di dalam masing-masing bis ada 2 orang tour guide. Mereka semua orang Mesir asli, ramah dan sangat membantu. Bahasa Indonesianya cukup bagus, meskipun masih sering keseleo dalam pengucapannya. Namun ini sudah luar biasa, yang menunjukkan bahwa bahasa Indonesia sudah dianggap penting di sana.

Bandara Cairo cukup bagus dan modern. Saat keluar dari bandara, suasananya mirip di Eropa. Tetapi begitu masuk ke jalan-jalan di kota Cairo, baru kelihatan aslinya. Sebetulnya tata kota, bangunan-bangunannya, dan jalan-jalannya cukup bagus dan mirip dengan kota-kota di negara maju. Tetapi kondisi bangunannya bisa dikatakan semuanya terlihat lusuh dan kurang terawat. Sehingga dapat diduga kualitas hidup warga di Cairo secara umum juga kurang bagus. Tetapi soal penampilan, mereka keren-keren.

Tiba di Bandara Cairo

 Piramid Giza

Giza adalah nama daerah di pinggiran kota Cairo. Kompleks Piramid Giza terdiri atas 3 piramid utama, yaitu Khufu, Khafre, dan Menkaure. Ketiga pyramid ini adalah makam raja. Terdapat pula beberapa pyramid kecil di dekat masing-masing pyramid di atas, yang merupakan pyramid untuk ratu. Selain itu ada banyak bangunan lain yang sudah dalam kondisi tidak utuh dan sebuah Sphinx atau patung singa berkepala manusia.

Kompleks Piramid Giza ini hanya salah satu dari kompleks pyramid di Mesir. Jumlah keseluruhan pyramid yang ada di Mesir sebanyak 118 buah, yang tersebar di sepanjang sungai Nil. Piramid Khufu adalah pyramid terbesar dan tertinggi, yang merupakan tujuh keajaiban dunia. Tinggi awal pyramid Khufu setinggi 146 m dengan panjang dan lebar sekitar 230 m ke 230 m. Piramid ini disusun dari sekitar 2,5 juta buah batu kapur dengan ukuran sekitar 1 meter kubik, dengan berat hampir mencapai 3 ton per bongkah batu. Piramid Khufu dibangun pada tahun 2560 sebelum masehi, dengan waktu  pembangunan selama 20 tahun, dan masa persiapan selama 10 tahun.

Dari ketiga pyramid ini, pyramid Khufu yang paling banyak dikunjungi, karena letaknya memang paling dekat dengan pintu masuk. Piramid Khufu juga satu-satunya yang dapat dimasuki pengunjung, dengan tiket khusus yang cukup mahal. Tetapi benda-benda sejarah di dalam pyramid sudah dipindahkan semua ke museum. Piramid Khufu dijaga oleh banyak petugas keamanan, yang mencegah pengunjung memanjat pyramid.

Di Kompleks Piramid Giza

 Di sekitar pyramid banyak pedagang asongan menjajakan souvenir. Mereka sangat agresif, yang membuat kita malah menjadi takut. Ada juga yang menawarkan naik unta dan kereta kuda. Selain banyak wisatawan asing, wisatawan lokal juga cukup banyak. Sayangnya kompleks ini masih kurang tertata dan tidak cukup nyaman untuk berwisata, padahal nilai sejarahnya sangat tinggi.


Museum Nasional

Museum Nasional Mesir terletak di pinggir Sungai Nil, tidak jauh dari kompleks Piramid Giza. Gerbang masuk museum dijaga oleh polisi dengan seragam hitam-hitam. Penjagaan terlihat cukup ketat. Pengunjung masuk satu persatu, dengan antrian panjang mengular. Museum Nasional cukup besar dan megah, dengan halaman yang luas. Di halaman banyak patung-patung pra-sejarah Mesir.

Museum Nasional Mesir

Bisa dikatakan hampir seluruh koleksi museum berasal dari dalam pyramid, yang jumlahnya lebih dari seratus. Piramid yang merupakan makam raja-raja Mesir kuno, menyimpan berbagai benda yang tak ternilai harganya. Benda-benda berharga ini dapat terjaga selama ribuan tahun dari penjarahan karena struktur pyramid yang kokoh dan penuh jebakan.

Di dalam museum ini ada puluhan mumi raja-raja dan ratu-ratu Mesir kuno. Di tempat asalnya, mumi diletakkan di dalam peti mati dengan berlapis emas, kemudian dimasukkan dalam kotak berlapis emas, dan dimasukkan lagi dalam kotak yang lebih besar lagi yang berlapis emas juga. Semua benda-benda berlapis emas atau terbuat dari emas.

Di Dalam Ruang Mumi

Mumi yang menjadi primadona adalah Mumi Tut Ank Khamun, yang ditempatkan dalam ruangan khusus dan dijaga polisi. Di ruangan ini disimpan benda-benda asli yang ditemukan di dalam makam/pyramid Tut Ank Khamun, antara lain: topeng atau penutup muka dari emas, perhiasan, tongkat, dan sebagainya.


Masjid Amru bin Ash

Mesir adalah salah satu negara muslim yang berbahasa Arab. Mesir dituliskan dengan tulisan Arab menjadi Masri/Masir. Di Mesir, hampir semua tulisan yang ditemui menggunakan tulisan Arab yang tidak ada tanda bacanya. Hanya sedikit yang menggunakan tulisan latin.

Sebelum mendapat pengaruh Arab, Mesir dikuasai Romawi melalui penaklukan Alexander Agung. Amru bin Ash adalah panglima perang yang diperintahkan Umar bin Khattab untuk merebut Mesir dari Romawi. Selanjutnya, Amru bin Ash menjadi gubernur di Mesir. Masjid Amru bin Ash adalah masjid pertama di Mesir dan di Afrika yang dibangun pada tahun 641 Masehi atau 21 Hijriah. Namun masjid yang berdiri saat ini sudah berbeda jauh dengan bentuk awalnya. Masjid ini sudah berulang kali dipugar, di antaranya oleh Sultan Shalahuddin, setelah hancur pada masa perang salib.

Masjid Amru bin Ash

Sebagaimana umumnya masjid yang kami kunjungi di Mesir, masjid Amru bin Ash ini juga terlihat kurang terawat, dengan karpet yang sudah lusuh. Namun tetap saja sisa-sisa kemegahannya masih terasa. Tempat shalat bagi pria dan wanita terpisah. Seperti umumnya masjid di negara-negara Arab, wanita biasanya mendapat bagian masjid yang tidak sebagus pria.


Menyusuri Sungai Nil

Sungai Nil merupakan sungai terpanjang di dunia, yang melintasi 9 negara di Afrika bagian timur. Kota Kairo berada di kanan kiri sungai Nil. Sore itu, kami menyusuri sungai Nil sambil makan malam di kapal yang bergerak. Sambil menyantap makan malam, ditampilkan tarian semacam tari sufi yang dimodifikasi. Hotel kami juga terletak di tepi sungai Nil, yaitu Hotel Grand Nile Tower.

Menyusuri Sungai Nil


Situasi Lalu Lintas

Jalan-jalan di Cairo umumnya lebar-lebar dan bagus, tetapi perilaku pengendaranya yang membuatnya terlihat kampungan. Jarang ada lampu merah. Di tiap persimpangan hampir selalu terjadi kemacetan panjang dan semrawut. Berbagai moda transportasi campur baur, termasuk gerobak yang ditarik keledai masih banyak lalu lalang di kota. Semua pengendara di sini tidak sabaran, klakson selalu terdengar setiap saat. Mobil-mobil juga jarang yang mulus, rata-rata ada penyok atau baret. Perangai orang Mesir juga galak-galak di jalan. Di banyak kesempatan di jalan kita bisa lihat pengendara saling berdebat dan bahkan adu jotos.

Gerobak Keledai di Tengah Kota

Angkutan umum yang banyak di kota adalah sejenis angkot dan taksi, yang umumnya kondisinya tidak bagus. Mereka juga seenaknya sendiri dalam berlalu lintas. Angkot umumnya berupa mobil VW Combi berwarna putih, sedangkan taksinya adalah sedan Fiat dengan warna hitam dan kuning.

Angkot Mesir

Taksi Mesir

Iskandariah

Jarak dari Kairo ke Iskandariah cukup jauh, yaitu sekitar 250 km yang ditempuh dalam 4 jam. Iskandariah adalah kota pelabuhan di tepi Laut Mediterania. Sepanjang perjalanan dari Kairo ke Iskandariah dapat dilihat perubahan kondisi geografis, dari gurun di Kairo menjadi daerah yang lebih hijau. Mendekati Iskandariah, di kanan kiri jalan terlihat hamparan tanah pertanian. Di antaranya adalah kebun jeruk dan kebun kurma. Selain itu juga terlihat kawasan-kawasan industry: industry petrokimia, industry pengolahan jeruk, dan yang menarik adalah industry pembuatan batu bata yang cukup luas.

Perkebunan Jeruk

Industri Batu Bata

Kota Iskandariah

Di tengah perjalanan, sebelum masuk ke Iskandariah, kami singgah di istana Raja Farouk, yaitu raja Mesir yang digulingkan pada tahun 1952. Istana ini berada di tepi pantai yang menghadap Laut Mediterania. Istana ini dikelilingi taman yang luas, yang saat ini menjadi lokasi wisata. Sementara istananya sendiri pada saat kami ke sana sedang tidak dibuka untuk umum.

Di Depan Istana Raja Farouk

Benteng Qaitbay

Benteng Qaitbay berada di Iskandariah, dibangun tahun 1477 M oleh Sultan Qaitbay. Benteng ini dibangun di bekas mercusuar kuno di Mesir yang hancur karena gempa bumi. Merupakan salah satu benteng pertahanan paling penting bukan hanya di Mesir tapi juga sepanjang pantai laut Mediterania. Dibangun untuk menghadapi serangan pasukan Ottoman Turki.

Benteng Qaitbay

Di Depan Benteng Qaitbay

Benteng Qaitbay ini terdiri dari 3 bagian utama. Dinding besar yang mengelilingi kompleks, dinding dalam dan bangunan utama yang berdiri tepat di bekas menara mercusuar. Di antara dinding dalam dengan bangunan utama terdapat halaman yang cukup luas dengan barisan meriam di kanan kirinya.

Bangunan utama berbentuk kubus dengan 4 menara pertahanan. Terdiri dari 3 lantai dengan tangga spiral. Terdapat lorong-lorong dengan garis lengkung yang indah. Di dalam bangunan utama ini, terdapat masjid. Di titik tertinggi, terdapat void setinggi 6 meter dilengkapi 2 jendela setinggi 3 meter menghadap ke arah kota Iskandariah. Dari sini, kita bisa melihat view kota dan pelabuhan yang berada di sekitar benteng.


Masjid Abu al Abbas al Mursi

Masjid Abu al Abbas al Mursi adalah masjid paling bersejarah di Iskandariah. Abu al Abbas al Mursi adalah seorang sufi dan ilmuwan muslim pada zamannya. Masjid ini dibangun pada abad 13 untuk menghormati beliau, di mana di dalam masjid ini terdapat makam beliau.

Masjid Abu al Abbas al Mursi menghadap ke pantai timur Iskandariah, dengan jarak sekitar 100 meter dari pantai. Di sekitar masjid ini terdapat masjid-masjid lain yang lebih kecil, tapi tidak kalah keindahan arsitekturnya. Paling tidak ada 4 masjid di dalam kompleks masjid ini, antara lain masjid Yaqoot Elarsh. Tidak kebayang apakah masing-masing masjid ini melakukan adzan dan shalat jamaah sendiri-sendiri atau bersama.

Masjid Abu Abbas al Mursy

Masjid Yaqoot Elarsh

Masjid Nabi Daniel

Masjid ini terletak di tengah kota Iskandariah, diapit oleh bangunan-bangunan tinggi. Jalan masuk ke masjid ini kecil dan banyak pedagang kaki lima. Masjid ini tampak biasa saja, tidak seindah masjid-masjid yang dikunjungi sebelumnya. Tapi nampaknya masjid ini sangat bersejarah dan penting untuk dikunjungi.

Di dalam masjid ini terdapat dua makam, yaitu makam Nabi Daniel dan makam Lukmanul Hakim. Nabi Daniel adalah putra Nabi Daud, yang lahir dan meninggal di Mesir. Nabi Daniel tidak dikenal di Indonesia, karena tidak termasuk dalam 25 nabi yang wajib diketahui. Sedangkan Lukmanul Hakim bukan nabi atau rasul, tetapi namanya diabadikan di dalam Alquran, yaitu dalam Surat Al Lukman.

Masjid Nabi Daniel

 Dari luar, mesjid ini terlihat sudah tua dan lusuh. Setelah masuk ke dalam, kondisinya lebih baik. Untuk masuk ke makam Nabi Daniel, ada sebuah pintu kemudian turun melalui tangga. Tidak cukup terawat, seperti halnya peninggalan sejarah penting lainnya di Mesir.


Masjid Imam al Syafi’i

Masjid Imam al Syafi’i terletak di Kairo. Di tengah-tengah perumahan atau perkampungan kumuh (sejujurnya lebih banyak yang kumuh di Kairo). Namun masjid ini luar biasa Indah, meskipun tidak terawat.

Masjid Imam al Syafi’i sangat penting untuk dikunjungi, khususnya oleh muslim dari Indonesia, karena di sini terdapat makam Imam al Syafi’i, pendiri dan perumus mazhab Syafi’i yang umumnya dianut di Indonesia.

Masjid Imam al Syafi’i pada awalnya adalah berupa makam Imam al Syafi’i, yang meninggal pada tahun 820 Masehi, dan pada tahun 1212 Masehi dibangun menjadi masjid yang megah dengan kubah dan menara yang indah.

Masjid Imam Al Syafi'i


Masjid al Hussein

Masjid al Husein terletak di Kairo, bersebelahan dengan Pasar Khan el-Khalili. Suasana di sekitarnya sangat ramai, baik oleh orang yang lalu lalang maupun kendaraan yang hilir mudik atau yang parkir. Banyak bangunan yang indah dan kuno di sekitar lokasi ini, namun seperti pada umumnya, kondisinya kurang terawat.

Masjid Al Hussein

Masjid al Husein dari jauh terlihat sangat megah. Di dalam masjid ini terdapat makam cucu Nabi Muhammad, yaitu Sayidina Hussein, yang ditempatkan dalam ruangan khusus. Di dalam ruangan ini, banyak para peziarah berdoa dan meratap.

Makam Sayidina Hussein di Masjid Al Hussein

Masjid ini sangat penting bagi pengikut aliran Islam Syiah, yang mengkultuskan keluarga Nabi Muhammad saw. Sementara pada umumnya warga Mesir menganut Islam Suni. Oleh karena itu, pada hari besar Islam Syiah, masjid ini ditutup untuk menghindari konflik antara dua aliran ini.


Masjid al Azhar

Masjid al Azhar terletak berdekatan dengan Masjid Al Hussein dan pasar Khan el Khalili. Masjid ini dibangun tahun 970 Masehi. Masjid Al Azhar ini adalah masjid kampus Universitas Al Azhar yang merupakan salah satu universitas tertua di dunia. Pada awalnya, masjid ini berfungsi sebagai tempat ibadah sekaligus sebagai pusat kegiatan akademik. Saat ini kedua fungsi ini sudah dipisahkan.

Pada saat kami kunjungi, masjid ini sedang dalam tahap renovasi atas bantuan Raja Arab Saudi. Namun kemegahannya masih dapat dilihat. Pada bagian tengah dari masjid terdapat ruang terbuka yang luas yang berlantai marmer. Dari tempat ini terlihat menara-menara dan kubah-kubah masjid Al Azhar.

Masjid Al Azhar dilihat dari Masjid Al Hussein


Pasar Khan el Khalili

Pasar Khan el Khalili adalah tujuan terakhir jalan-jalan kami di Mesir. Bangunan pasar ini sangat indah, yang dibangun tahun 1382 Masehi. Pada awalnya bangunan ini digunakan sebagai hotel. Khan sendiri berarti penginapan atau hotel, sedangkan Khalili adalah pemilik hotelnya.

Pintu Masuk Khan El Khalili

 Pasar ini menjual berbagai jenis barang-barang souvenir, antara lain kain, baju, kap lampu, lukisan papyrus, gantungan kunci, dan segala pernak-pernik lainnya. Pasarnya cukup luas, banyak gang-gang. Setiap kita masuk gang, para penjual dengan agresif menawarkan barang dagangannya. Barang-nya bagus-bagus, banyak di antaranya buatan China. Harga barang-barang di sini relative murah, dibandingkan dengan kualitasnya.

Transaksi di Pasar Khan El Khalili


Benteng Salahudin Al Ayyubi

Setelah dari Pasar Khan El Khalili, kami langsung menuju Bandara Internasional Mesir, untuk terbang ke Jeddah. Pemandangan yang menarik sepanjang jalan menuju bandara ini adalah hamparan makam-makam yang luas, tembok pertahanan kuno dan benteng Salahudin Al Ayyubi.

Hamparan Makam dengan Latar Masjid di dalam Benteng

Mesir adalah salah satu peradaban awal di bumi, yang berarti daerah ini telah dihuni sejak ribuan tahun yang lalu. Jadi tidak heran jika telah banyak orang yang dimakamkan di sini. Apalagi budaya di sana yang sangat memikirkan tentang kehidupan setelah mati, yang tercermin dari pyramid sebagai makam raja. Nampaknya ini juga diikuti oleh rakyatnya, di mana makam-makam dibuat seperti rumah. Sehingga area pemakaman di sana mirip dengan kawasan perumahan, tetapi sepi tidak ada kehidupan.

 
Benteng Salahudin Al Ayyubi

Tembok Pertahanan Salahudin Al Ayyubi

Tembok pertahanan kuno dengan tinggi 15 meter dan lebar 3 meter terlihat di beberapa penjuru kota, sebagian masih nampak kokoh. Di bagian tertinggi kota, terdapat benteng besar yang dibangun oleh Salahudin Al Ayyubi pada tahun 1176 Masehi. Beliau adalah raja Mesir yang namanya banyak tercatat dalam sejarah, seorang panglima perang yang dihormati lawan. Dalam penaklukan Yerusalem, Salahudin mengampuni para tawanan yang menyerah.

Patung Salahudin Al Ayyubi Tengah Kota Kairo


Tiba di Madinah

Kami tiba di Jeddah tengah malam. Proses di imigrasi berlangsung cukup lama karena antrian panjang dan petugas imigrasi Arab Saudi yang kurang bersahabat. Setelah itu kami naik bis menuju Madinah sekitar 5 jam perjalanan. Tiba di Madinah saat adzan Subuh berkumandang.

Suasana sekitar Masjid Nabawi

Hotel kebanyakan berada di utara dan selatan Masjid Nabawi. Di sebelah timur Masjid Nabawi adalah Makam Al Baqi. Di kompleks hotel di utara masjid Nabawi ada juga pertokoan dan pasar. Tulisan di toko-toko banyak menggunakan Bahasa Indonesia. Ada rumah makan Indonesia yang menjual bakso, mie ayam, soto, dan sebagainya.

 
Rumah Makan Indonesia di pertokoan utara Masjid Nabawi

Supermarket Bin Dawood di pertokoan utara Masjid Nabawi

Masjid Nabawi

Hotel kami sekitar 100 meter dari Gate 16 Masjid Nabawi atau ujung barat laut dari pelataran masjid. Jumlah seluruh gate atau gerbang masuk Masjid Nabawi ada 40. Gate 1 berada di selatan atau di depan tempat imam. Di Madinah, shalatnya menghadap ke selatan. Nomor gate berurut searah jarum jam.

Masjid Nabawi dibangun pada tahun 622 Masehi. Masjid ini adalah masjid kedua yang dibangun oleh Nabi Muhammad saw. Bentuk awal dari masjid ini hanya berupa tembok keliling seluas 30 x 35 meter, dengan rumah Nabi Muhammad menempel pada dinding bagian selatan.

Masjid Nabawi terus mengalami perluasan. Saat ini luas seluruh pelataran masjid adalah sekitar 600 x 600 meter, sedangkan masjidnya ada dua bagian. Masjid lama yang terletak di selatan atau bagian imam shalat seluas 50 x 100 meter dan masjid baru seluas 200 x 400 meter.

Denah Masjid Nabawi

Masjid asli yang dibuat Nabi Muhammad berada di bagian selatan dari masjid lama. Lokasi eks masjid asli ini disebut Raudhah, yang menjadi tempat paling diburu jamaah untuk shalat di sini. Raudhah dibagi dua, untuk jamaah pria dan wanita. Untuk masuk ke Raudhah perlu perjuangan yang berat, apalagi jika sedang banyak jamaah, karena harus berdesak-desakan berebut masuk. Di sisi kiri timur dari Raudhah, terdapat makam Nabi Muhammad, Makam Abu Bakar, dan Makam Umar.

Ceramah Berbahasa Indonesia di Masjid Nabawi Baru

Di Dekat Raudhah di Masjid Nabawi Lama

Pelataran Masjid Nabawi berupa ruang terbuka dengan tiang-tiang yang berfungsi sebagai tiang lampu, tiang AC dan tiang payung. Payung hanya dibuka saat cuaca terik di siang hari. Pada saat kami di sana, cuaca sedang dingin, jadi payung tidak dibuka. Pelataran ini digunakan untuk shalat jika waktu shalat. Di luar waktu shalat, pelataran digunakan untuk duduk-duduk. Ada juga anak-anak kecil yang bermain sepak bola di sini. Di bawah pelataran ini ada dua lantai ke bawah, yang digunakan untuk ruang wudhu dan toilet, serta untuk ruang parkir.

Pelataran Masjid Nabawi

 Di Masjid Nabawi disediakan air zamzam yang bisa langsung diminum. Di dalam masjid, air zam zam disediakan di dispenser-dispenser yang tersebar di seluruh penjuru masjid. Di luar masjid, disediakan keran-keran air zam zam. Banyak orang yang mengambil air zam zam dalam jumlah banyak, bahkan sampai ber-jerigen-jerigen, yang diangkut dengan troli.


Museum Nabi Muhammad dan Museum Asmaul Husna

Museum Nabi Muhammad dan Museum Asmaul Husna terletak di sisi barat pelataran Masjid Nabawi. Dua museum ini tidak cukup luas, dan sebetulnya koleksinya juga tidak istimewa. Tetapi selalu dipenuhi pengunjung, karena letaknya yang satu kompleks dengan Masjid Nabawi.

Museum Asmaul Husna

Museum Asmaul Husna berisi foto-foto, poster-poster, dan info-info tentang kebesaran Allah. Sementara Museum Nabi Muhammad berisi tentang berbagai hal mengenai beliau, tentang kisah hidupnya, sejarah masjid Nabawi, dan sebagainya.

 
Salah Satu Sudut di Museum Asmaul Husna


Museum Kereta Api Al Anbariya

Museum Kereta Api Al Anbariya terletak di sebelah barat daya Masjid Nabawi. Dari Gate 7, ikuti jalan keluar, masuk terowongan penyeberangan jalan, keluar terowongan sudah terlihat bangunan museumnya.

Museum ini adalah bekas stasiun kereta api, yang diresmikan tahun 1908. Stasiun kereta api ini dibangun pada saat Saudi Arabia masih di bawah kekuasan Turki Usmani. Pada saat itu, jalur kereta api ini digunakan untuk mengangkut Jemaah haji dari Turki dan Syria. Tidak lama digunakan, pecah perang dunia pertama yang mengakibatkan hancurnya jalur kereta api dan berubahnya geopolitik di Saudi Arabia.

 
Museum Kereta Api



Masjid Quba

Masjid Quba adalah masjid pertama yang dibangun oleh Nabi Muhammad pada tahun 622 Masehi, dalam perjalanannya hijrah dari Mekkah ke Medinah. Pada awalnya hanya berupa ruangan persegi empat dengan tembok keliling dan beratap daun kurma. Memang pada saat dibangun, masjid ini berada di tengah kebun kurma. Sampai saat ini, masih banyak kebun kurma di sekitar Masjid Quba.

Mesjid ini terletak 5 km di selatan Masjid Nabawi. Setelah mengalami beberapa renovasi, bentuk akhir masjid saat ini adalah masjid berwarna putih dengan luas 50 x 100 meter. Di pelataran masjid banyak pedagang asongan dan yang membuka lapak. Yang menarik adalah buah korma yang masih segar/basah.

Di depan Masjid Quba

Di Dalam Masjid Quba


Masjid Dzul Hulaifah/Bir Ali

Masjid Dzul Hulaifah atau Masjid Bir Ali adalah tempat miqat untuk jemaah umroh yang berasal dari utara/Madinah. Masjid ini terletak sekitar 10 km dari Madinah, dan sekitar 6 jam dari Mekkah.

Masjid Bir Ali merupakan tempat miqat terbesar, paling tertata, dan paling bagus dibanding tempat miqat lain, tempat parkirnya luas. Bir Ali cukup subur, banyak pohon-pohon, dikelilingi perbukitan. Di masjid ini, jemaah umroh berganti pakaian Ihram, shalat sunat 2 rekaat, dan niat umroh. Pakaian Ihram untuk laki-laki adalah dua helai kain putih tak berjahid, dan yang wanita memakai jilbab dengan warna tidak harus putih.

Masjid Bir Ali berukuran 80 x 90 meter, di sekeliling masjid ada toilet dan tempat ganti baju Ihram yang jumlah lebih dari 500 buah. Antara masjid dan toilet ada taman. Di taman ada penjual asongan yang menjajakan pop mie .. betul-betul pop mie asli Indonesia, dengan label berbahasa Indonesia.

Di depan kompleks Masjid Bir Ali


Masjid Ji’ronah

Dalam satu perjalanan ke tanah suci, kita bisa umroh berkali-kali. Umroh sendiri diawali dengan mengambil miqat, thawaf, sa’i, dan diakhiri tahalul. Untuk umroh berikutnya, harus mengambil miqat lagi.

Masjid Ji’ronah adalah salah satu pilihan tempat miqat di sekitar Mekkah, yang berjarak sekitar 30 km di timur laut Mekkah. Masjid Ji’ronah tidak cukup besar, ukurannya sekitar 20 x 20 meter, arsitekturnya juga biasa-biasa saja. Miqat di masjid ini dipilih biasanya setelah mengunjungi beberapa obyek di sebelah timur Masjidil Haram, antara lain: Gua Tsur, Gua Hiro, Mina, Arafah, dan Jabal Rahmah.

 
Di Depan Masjid Ji’ronah


Masjid Hudaibiyah

Masjid Hudaibiyah adalah tempat miqat di sebelah barat kota Mekkah, yang berjarak sekitar 30 km dari Masjidil Haram. Masjid ini paling kecil dibanding masjid tempat miqat lainnya. Ukurannya hanya sekitar 15 x 25 meter, tempat parkirnya juga tidak luas.

Di Depan Masjid Hudaibiyah

Masjid ini dipilih sebagai tempat miqat setelah mengunjungi Museum Haramain dan peternakan unta. Museum Al Haramain berisi informasi sejarah Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Museum ini baru dibuka tahun 2000.

 
Museum Al Haramain



Masjid Aisyah, Tan’im

Masjid Aisyah di Tan’im adalah tempat miqat paling dekat dengan Masjidil Haram, hanya sekitar 7.5 km di utara Mekkah. Area masjid ini cukup besar, dengan tempat parkir yang luas, sedangkan masjid utamanya berukuran sekitar 60 x 60 meter. Masjid ini mudah dicapai dengan kendaraan umum, baik dengan taksi maupun bis.

Masjid Aisyah di Tan’im


Masjidil Haram

Masjidil Haram adalah pusat ibadah umat Islam, dengan Ka’bah di tengah-tengahnya. Umat Islam sedunia shalat menghadap Ka’bah. Untuk umat Islam di Indonesia, kita shalat menghadap ke arah barat, sedangkan bagi yang berada di Afrika menghadap ke timur.

Masjidil Haram terus berubah dari waktu ke waktu, hingga saat ini masih terus dilakukan renovasi atau penambahan bangunan masjid. Tahapan-tahapan pembangunannya bisa dilihat dari bentuk bangunan dan material bangunannya. Sedikit terlihat tambal-sulam.

Bentuk Masjidil Haram tidak segi empat, sulit disebutkan bidangnya, karena menyesuaikan dengan fungsinya. Luas masjidnya kira-kira sebesar dua kali Stadion Gelora Bung Karno/Senayan, atau kira-kira 400 x 600 meter. Dengan pelataran luarnya dan tiga lantai bangunan masjid, totalnya dapat menampung sekitar 2 juta Jemaah. Pintu masuk masjid totalnya ada 120 pintu.



Masjidil Haram selalu ramai seharian dengan orang yang melaksanakan Thawaf, Sa’i, maupun ibadah lainnya. Begitu juga dengan jalan-jalan sekitar Masjidil Haram, selalu ramai 24 jam dengan orang-orang yang pulang-pergi ke Masjidil Haram, macet dengan mobil dan bus, serta penjual kaki lima.

Kami tiba di Mekkah tengah malam, setelah dari Madinah dan miqat di Bir Ali. Setelah cek in di hotel, kami langsung umroh yang pertama. Situasi di Masjidil Haram masih ramai sekali, tidak terasa kalau itu tengah malam. Orang masih berdesak-desakan untuk Thawaf dan Sa’i. Kami selesai Umroh yang pertama jam 2 pagi.

Thawaf adalah mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 putaran dengan membaca do’a. Thawaf bisa dilakukan di lingkaran dalam Ka’bah di lantai dasar, maupun di lingkaran luar yaitu lantai 2 dan 3 Masjidil Haram. Di lingkaran dalam hampir selalu berdesak-desakan, makin dekat dengan Ka’bah semakin keras desak-desakannya, apalagi di dekat Hajar Aswad.

Sa’i adalah berjalan dan berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwah, sebanyak 7 kali, dimulai dari bukit Shafa dan berakhir di bukit Marwah. Berlari-lari kecil dilakukan sekitar sepertiga terakhir perjalanan dari Bukit Marwah ke Bukit Shafa. Jarak antar kedua bukit ini sekitar 350 meter. Setiap sampai di Bukit Shafa dan Marwah, kita memanjatkan do’a.

Bukit Shafa dan Bukit Marwah saat ini lokasinya di dalam Masjidil Haram, karena Masjidil Haram yang terus diperluas. Saat ini Bukit Shafa hanya terlihat setinggi 4 meter, sedangkan Bukit Marwah paling hanya setinggi 1 meter. Disediakan 3 lantai untuk melaksanakan Sa’i, semuanya di dalam ruangan. Seperti halnya di Masjid Nabawi, di Masjidil Haram ini juga disediakan air zam-zam untuk diminum di segala penjuru.

Di Depan Bukit Shafa

Bukit Marwah

Selesai Umroh Pertama

Umroh diakhiri dengan Tahalul, yaitu memotong rambut, boleh beberapa helai rambut saja atau sampai gundul. Di sepanjang jalan dari Masjidil Haram sampai hotel, banyak sekali tukang cukur, yang buka 24 jam. Orang pada mengantri untuk cukur. Cukur gundul cepat sekali, paling 10 menit selesai, dengan ongkos 10 real.

Di Depan Ka’bah

Selama di Mekkah, kegiatan utamanya adalah beribadah. Bangun pagi, cepat-cepat ke masjid untuk Shalat Subuh. Setelah shalat, kembali ke hotel untuk makan pagi. Kemudian siap-siap umroh, menuju tempat miqat, kembali ke Masjidil Haram untuk Thawaf dan Sa’i. Setelah itu Shalat Dhuhur, ke hotel lagi untuk makan siang. Balik lagi ke Masjidil Haram untuk Shalat Ashar. Ke hotel lagi untuk istirahat dan makan malam. Balik lagi ke Masjidil Haram untuk Shalat Maghrib sampai Shalat Isya’, setelah itu baru balik ke hotel untuk istirahat.

Sekali ke Masjid untuk shalat bisa menghabiskan waktu satu jam. Jalan dari hotel sampai ke tempat shalat di dalam Masjid bisa lebih dari 15 menit. Menunggu waktu shalat dan mengatur barisan sampai dengan shalat selesai bisa lebih dari 30 menit. Kemudian balik lagi ke hotel 15 menit.

Masjidil Haram

Setiap shalat jumlah jamaahnya bisa puluhan ribuan orang. Jadi keluar masuknya antri. Mencari tempat yang kosong untuk shalat juga tidak mudah. Semakin dekat ke Ka’bah semakin besar perjuangannya untuk dapat tempat.

Di Masjidil Haram ini barisan shalat bisa dikatakan kurang teratur pembagian untuk pria dan wanita. Bisa pria dan wanita dalam satu barisan, karena khawatir kalau terpisah sulit ketemu. Kenyataannya memang seperti itu. Barisan shalat wanita sering dipindah-pindah oleh Asykar (Satpam). Oleh karena itu perlu diatur titik kumpul jika terpisah dan selalu pegang HP untuk komunikasi.

Pulang dari Masjidil Haram

Pulang dari Masjidil Haram ke hotel adalah saatnya jajan dan belanja. Yang paling banyak diserbu jamaah adalah eskrim dan fried chicken. Sepanjang jalan di sekitar Masjidil Haram, khususnya yang menuju lokasi penginapan, banyak yang berjualan segala macam kebutuhan jamaah, baik yang di toko-toko maupun pedagang kaki lima.


Kembali ke Jeddah

Setelah lima hari melaksanakan umroh di Masjidil Haram, Sabtu 7 Februari 2017, kami menuju Jeddah untuk kembali ke Indonesia menggunakan Saudi Air Jeddah – Jakarta. Jarak dari Mekkah ke Jeddah sekitar 90 km. Jeddah adalah kota di pesisir timur Arab Saudi, menghadap ke Laut Merah yang memisahkan Jazirah Arab dengan Benua Afrika.

Selama di Jeddah, kami mengunjungi Pasar Al Balad dan Masjid Al Rahmah. Pasar Al Balad menjual berbagai barang untuk oleh-oleh/souvenir. Uniknya, banyak toko yang berbahasa Indonesia di sini. Mungkin karena orang Indonesia adalah pengunjung terbanyak di pasar ini. Ada juga rumah makan “Bakso Mang Oedin”, lumayan untuk mengobati kerinduan akan jajanan Indonesia.

Masjid apung Al Rahmah adalah masjid terakhir yang kami kunjungi dalam perjalanan ini. Masjid ini dibangun di atas pantai di tepi Laut Merah. Masjid utamanya berbentuk bulat, dengan garis tengah sekitar 40 meter. Kami shalat Ashar di sini, sebelum bertolak menuju Bandara Internasional King Abdul Aziz.

Masjid Apung Al Rahmah

Demikian sharing dari kami, jalan-jalan dari masjid ke masjid di Mesir dan Arab Saudi, semoga dapat memperkaya wawasan keagamaan dan memperdalam rasa spiritual kita. Wassalam ..

Komentar

  1. VR NASCAR Game - Choego Casino sbobet ทางเข้า sbobet ทางเข้า カジノ シークレット カジノ シークレット 카지노 카지노 226NBA Finals Betting Predictions: How to place NBA Finals

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gunung Gede Pangrango

Gunung Palasari

Gunung Bukit Tunggul (2019)