Gunung Rinjani (2017)

Gunung Rinjani adalah salah satu ikon keindahan alam Indonesia, yang pernah diabadikan dalam gambar uang pecahan Rp 10.000. Keindahan Gunung Rinjani banyak dikenal di dunia, yang dapat dilihat dari banyaknya pendaki mancanegara yang mendakinya. Hampir setiap hari, ratusan turis asing mendaki Gunung Rinjani. Pendaki domestik dari berbagai daerah juga tak kalah banyaknya. Hal ini tentunya menjadi berkah bagi masyarakat di sekitarnya.


Sekar dan Arga

Tiba di Lombok

Kami berempat – saya, Ira, Arga, dan Sekar – tiba di Lombok Senin 10 Juli 2017 sore, dua minggu setelah Lebaran. Di bandara kami dijemput oleh guide kami, mas Deni dan mas Rus. Selanjutnya kami menuju Senaru, yang berjarak sekitar 120 km dari bandara dengan waktu tempuh sekitar 3 jam. Senaru adalah salah satu basecamp pendakian Rinjani, basecamp lainnya adalah Sembalun. Senaru dan Sembalun berjarak cukup jauh, yaitu sekitar 35 km dengan waktu tempuh sekitar 1,5 jam.

Umumnya pendaki naik dari Sembalun dan turun di Senaru. Demikian juga kami, rencananya kami naik dari Sembalun, dan turun di Senaru. Jadi barang-barang yang tidak dibawa mendaki ditaruh di basecamp Senaru. Sehingga pada saat turun kami langsung ke basecamp Senaru. Porter kami juga berasal dari Senaru.

Di Senaru banyak hotel atau homestay, yang kebanyakan diisi oleh pendaki. Setiap pagi puluhan mobil yang mengangkut pendaki dari Senaru ke Sembalun. Para pendaki umumnya diangkut dengan minibus atau pikap (bak terbuka). Bahkan pendaki-pendaki bule juga diangkut dengan pikap, dan kelihatan mereka cukup menikmati.

Di Senaru juga ada basecamp pendakian yang gratis, tetapi tentunya harus berbagi dengan pendaki lain. Salah satunya adalah basecamp pendakian milik pak Nur Saat, yang terdiri atas beberapa kamar tidur, warung makan, toko souvenir, dan kamar mandi. Bagi backpacker sejati justru tempat seperti ini lah yang menarik, karena dapat bersosialisasi dengan pendaki lain.

Kami menginap di homestay/hotel semalam sebelum pendakian dan setelah pendakian, yang sudah termasuk dalam paket perjalanan. Kondisi hotel cukup lumayan, tapi jangan dibayangkan seperti hotel di kota. Disyukuri saja dengan apa yang ada, bagaimana pun mereka sudah berusaha memberikan yang terbaik.

Paket perjalanan kami meliputi antar jemput ke bandara, menginap 2 malam di Senaru, pendakian 3 hari 2 malam, menginap 1 malam di Gili Trawangan, dan paket snorkeling di 3 Gili dengan private boat.


Pendakian Hari ke-1


Pendakian Rinjani dengan 3H-2M adalah itinerary yang sangat optimis, begitu kata guide kami. Biasanya pendaki lokal paling cepat 4H-3M. Kami yakin bisa 3H-2M, dengan pengalaman naik Semeru juga 3H-2M. Tetapi ternyata memang beda sekali antara Semeru dan Rinjani. Ketinggian Rinjani adalah 3.726 mdpl, sedangkan Semeru 3.676 mdpl, tidak selisih jauh. Tetapi pendakian Rinjani diawali dari ketinggian 1.100 mdpl, sedangkan Semeru dari 1.800 mdpl.


Selasa pagi, 11 Juli 2017, kami menuju Sembalun dengan menumpang elf. Sepanjang jalan di desa Senaru kami melihat banyak pendaki lain juga sedang bersiap menuju Sembalun. Dari Senaru ke Sembalun cukup jauh. Jalan meliuk naik turun. Di sisi jalan sepanjang belasan kilometer terhampar kebun jambu monyet.

Elf kami berhenti di pertigaan desa Sajang, desa sebelum Sembalun. Dari sini dilanjutkan dengan mobil pikap setempat, karena elf sudah tidak boleh masuk. Kami naik pikap sampai jalan habis, di pinggir hutan.


Di Sajang, dengan latar belakang gunung Rinjani


Dari sini pendakian dimulai. Rombongan kami terdiri atas kami berempat, ditambah 2 orang guide dan 2 orang porter. Selain itu, ada yang bareng dengan kami, sepasang pengantin baru – Arin dan Rena – yang kebetulan dari Bandung juga, dengan satu orang porternya. Mereka ini akhirnya bareng kami terus, bahkan sampai ke Gili.

Jembatan antara Pos I dan Pos II

Jam 09.00 kami mulai jalan, dari ketinggian sekitar 1100 mdpl. Hari ini target kami adalah Plawangan Sembalun di ketinggian 2600 mdpl, yang diperkirakan sampai di sana sore. Cuaca cukup cerah, suhu sekitar 25 derajat.

Perjalanan diawali dengan memasuki hutan sekitar setengah jam, setelah itu medan terbuka padang rumput. Jam 10.30, kami sampai di jembatan yang katanya dibangun pada masa orde baru. Jembatan cukup bagus dan lebar, bisa dilewati mobil. Tetapi terlihat tidak pernah ada mobil yang lewat, hanya ada jalan setapak. 

Sekitar sejam kemudian, kami sampai di Pos II di ketinggian 1500 mdpl. Tetapi karena shelter Pos II penuh, kami istirahat di dekat jembatan sebelum Pos II. Lokasi kami istirahat itu adalah titik terakhir motor dapat lewat. Kami istirahat di cekungan beratap plastik yang biasa digunakan sebagai tempat istirahat pengemudi ojek.

Rombongan bule di Pos II sebelum hujan


Cuaca tiba-tiba mendung, dan kemudian mulai gerimis. Sambil menunggu cuaca membaik, porter kami memasak makan siang. Namun ternyata hujan malah membesar, yang berlangsung lama. Tidak ada pilihan lain, kami meringkuk di ceruk sampai hujan mereda.

Sekitar jam 3 sore hujan baru mereda. Kami langsung berkemas dan shalat. Suasana Pos II sudah lengang kembali, yang berarti kami termasuk yang terakhir meninggalkan Pos II. Jam 15.20, kami jalan lagi. Cuaca masih berkabut. Medan dari Pos II ke Pos III mulai menanjak, berbeda dengan sebelum Pos II yang relatif landai.

Ternyata jalan kami cukup cepat. Jam 16.20, atau satu jam setelah dari Pos II kami sudah sampai di Pos III di ketinggian 1700 mdpl. Tetapi perjalanan ke Plawangan Sembalun masih jauh. Menurut guide kami dari Pos III ke Plawangan Sembalun paling cepat 4 jam, dengan melewati 7 Bukit Penyesalan. Terlalu malam sampai di sana, dan juga tetap tidak bisa naik ke puncak pada besok dini hari. Selain itu cuaca berkabut. Jika hujan turun di tengah jalan seperti tadi siang akan repot, karena tidak ada lokasi camping yang bagus di antara Pos III dan Pos Plawangan Sembalun.

Dengan berbagai pertimbangan di atas, dan dengan berat hati, akhirnya kami putuskan nge-camp di Pos III. Besok pagi baru kami lanjutkan ke Plawangan Sembalun. Tapi ini berarti kami harus merombak total rencana perjalanan kami.

Rencana awal kami adalah H1 sampai Plawangan Sembalun, H2 naik ke puncak dan turun ke Segara Anak, H3 turun Senaru. Dengan turunnya hujan lebat selama 3 jam siang tadi, Plawangan Sembalun baru akan dicapai besok siang. Pada H3 jadwalnya akan sangat padat, naik ke puncak dan langsung turun ke arah Sembalun. Tidak mungkin lagi ke Segara Anak dan turun ke Senaru. Bagi guide kami, ini juga berarti tambahan biaya, karena harus menyediakan penjemputan dari Sembalun ke Senaru.


Camping di Pos III

Di Pos III terdapat lokasi camping yang cukup nyaman dan ada mata air utk memasak. Lokasi camping berupa lembah kecil yang dulunya dasar sungai. Seperti Kalimati kalau di Semeru. Kemarin kami sampai di sini sore, saat kabut tebal. Sehingga begitu matahari tenggelam, suasana menjadi gelap gulita.

Pada pendakian ini kami menggunakan tenda yang cukup besar (warna hijau tua), yang dapat diisi dengan 3 buah kasur angin. Untuk urusan buang air, kami juga disediakan tenda toilet (warna merah). Tenda kami diapit oleh tenda guide (warna kuning) dan tenda porter (warna orange).

Sambil menunggu makan malam, kami disuguhi pisang goreng dan minuman hangat, cocok untuk sore yang berkabut. Sementara itu, porter kami memasak makan malam kami. Dan kemudian makanan tersaji …. nasi, sayur, telur, dan ayam.


Menu makan malam dan makan pagi di Pos III

Suhu yang tdk terlalu dingin, sekitar 15 derajat, membuat tidur cukup nyaman. Terdengar dengkuran dari setiap tenda. Ada sekitar 10 tenda di Pos III malam ini. Semua santai karena besok "hanya" akan mencapai Plawangan Sembalun. Tidak mungkin dari sini langsung muncak, karena waktu muncak harus di pagi hari, selain tenaga yang pasti sudah terkuras di 7 Bukit Penyesalan.

Saat saya terbangun, dari dalam tenda terlihat di luar terang. Saya kira sudah pagi, ternyata masih jam 2 malam. Bulan purnama sangat indah di lembah kecil ini. Terang sekali. Langit cerah bersih.


Pendakian Hari ke-2

Pagi di Pos III sangat cerah. Jam 8 tenda-tenda di camping ground mulai dibongkar. Jam 8.30 kami mulai jalan. Jalur dari Pos III ke Plawangan Sembalun adalah jalur terberat, yang dikenal dengan 7 Bukit Penyesalan. Katanya, disebut 7 Bukit Penyesalan karena para pendaki biasanya menyesal mendaki Rinjani saat berjuang di tanjakan ini.

7 Bukit Penyesalan dari Pos III ke Plawangan Sembalun memang betul-betul istimewa. Kita harus naik sekitar 1000 meter dalam 1 pos, dari 1700 mdpl ke 2700 mdpl. Tidak ada jalan datar di 7 Bukit Penyesalan. Yang ada adalah jalan sedikit menanjak 5%, jalan agak menanjak 10%, jalan menanjak 10%, dan 75% jalan sangat menanjak. Saya sendiri tdk bisa menghitung berapa bukit yang sudah dilalui. Apa betul ada 7 atau hanya kiasan saja.

Istirahat di 7 Bukit Penyesalan

Jam 12.00 kami sampai di Plawangan Sembalun. Lokasi ini adalah pertigaan ke arah puncak dan ke arah danau Segara Anak. Lokasi ini adalah punggungan yang mengitari danau Segara Anak. Di sepanjang punggungan ini sudah berjejer ratusan tenda. Ada yang mau naik ke puncak dan ada yang mau turun.

Banyak rombongan pendaki bule, yang dikelola oleh biro perjalanan. Dalam satu rombongan bule, porternya bisa puluhan orang. Segala barang dibawa oleh porter, termasuk meja makan dan kursinya. Bule-bule makan dengan meja-kursi di Plawangan Sembalun. Jadi teringat seperti zaman kolonial. Tapi mungkin seperti ini lah harusnya jika naik gunung dikelola secara professional seperti wisata lainnya.

Di Plawangan Sembalun ini banyak sekali monyet. Monyet-monyet ini datang karena di tempat ini selalu ada ratusan pendaki yang nge-camp, artinya selalu ada makanan di sini. Monyet-monyet ini mendapat makanan dari sampah makanan pendaki, diberi makan oleh pendaki atau pun mengambil/mencuri makanan pendaki. Sampah makanan, botol, plastik, tisu, dan segala sampah ada di sini.

Bercengkerama dengan monyet Rinjani

Kami mengambil lokasi yang tertinggi, yang jaraknya sekitar 30 menit dari pertigaan. Kami camping menghadap ke Segara Anak. Sayang cuaca sepanjang perjalanan dan sampai lokasi camping ini berkabut. Jadi belum banyak yang bisa kami lihat.

Makan siang di Plawangan Sembalun


 Senja di Plawangan Sembalun

Kami menghabiskan waktu bersantai di tenda, untuk mempersiapkan summit attack nanti jam 1 dinihari. Sekitar Plawangan Sembalun masih diselimuti kabut dan angin berhembus kencang. Mendekati senja, kabut tersibak sebentar. Puncak Rinjani dan Segara Anak nampak sangat indah.

Pendakian Hari ke-3

Selama kami nge-camp di Plawangan Sembalun, kami hanya menikmati pemandangan indah Danau Segara Anak menjelang sunset. Setelah itu berkabut dan badai. Ya ... cuaca luar biasa ekstrim, bahkan guide kami bilang belum pernah cuaca seekstrim ini di Rinjani.

Dinihari H3 jam 00.00, saya sudah terbangun. Terdengar sudah banyak pendaki lain yang nge-camp di Plawangan Sembalun sudah mulai jalan ke puncak. Jam 1.00 kami sarapan roti bakar.  Jam 1.30 kami mulai summit dalam cuaca yang masih berkabut.

Target kami adalah sampai puncak sebelum jam 6. Pagi itu kami harus naik 1000 meter untuk ke puncak Anjani. Sebagai gambaran, naik 1000 meter itu adalah seperti naik gunung Merapi dari basecamp di New Selo sampai puncak Garuda.

Jalan ke puncak adalah melewati punggungan kaldera Segara Anak. Barangkali situasinya bisa diumpamakan seperti kaldera gunung Tangkuban Perahu atau gunung Bromo. Puncak Anjani adalah titik tertinggi kaldera.

Berbeda dengan Semeru misalnya, yang jalur summit ke puncak seperti cerukan, medan ke puncak Anjani adalah punggungan. Sehingga badai yang diturunkan oleh-Nya pada hari itu langsung menerpa kami. Sepanjang perjalanan naik itu, kami terus dihantam badai dari samping kanan-kiri-depan.

Kami terus naik karena harapan kami badai akan mereda. Tapi justru sebaliknya badai semakin menggila. Angin kencang yang mengandung titik air bercampur butiran pasir, suaranya menderu-deru. Kami terus berjalan beriringan, tidak ada yang mau menyerah, meskipun kadang terhuyung-huyung diterpa angin.

Pakaian yang kami pakai basah semua, dan kami lihat butiran-butiran air di jaket kami mengkristal menjadi butiran es. Kami memperkirakan suhu di bawah 4 derajat. Bahkan rombongan pendaki bule juga terlihat kedinginan.

Sekitar 30 meter dari puncak Rinjani ada batu-batu besar dengan ceruk-ceruk di tengahnya. Di situ para pendaki berhimpitan menunggu sunrise, berlindung dari terpaan badai yang dingin dan basah. Kami berjalan melewati mereka yang duduk di ceruk tersebut, yang mungkin lebih dari setengahnya bule. Kami tidak berhenti di situ agar mendahului mereka sampai di puncak.

Jam 05.30 kami sampai di puncak Anjani. Di puncak terpaan angin dingin kencang sekali. Kabut masih tebal, jarak pandang hanya sekitar 100 meter. Mestinya kalau cerah, sunrise sudah terlihat pada jam segini. Tapi hari itu hanya sedikit terlihat semburat merahnya dibalik kabut tebal. Begitu terlihat semburat merah di langit timur, para pendaki segera berhamburan ke puncak.

Di Puncak Rinjani, di tengah kabut tebal

Puncak Rinjani berupa dataran berukuran 15x40 meter. Tidak cukup luas utk menampung pendaki yang sudah bersiap di ceruk-ceruk. Sehingga kami harus cepat berfoto bergantian. Selain itu suhu yang membekukan tubuh tdk memungkinkan juga berlama-lama di puncak.

Kami menunggu sekitar 30 menit di puncak, tapi cuaca belum membaik. Dingin luar biasa, membuat jari-jari tangan membeku sulit digerakkan. Bahkan kamera DSLR saya berembun, tidak bisa mengambil gambar dengan baik. Jam 06.00, kami putuskan turun.

Tanjakan ke puncak berupa batuan lepas, kerikil bercampur batu, yang sama sulitnya dilalui naik maupun turun. Berbeda dengan jalur batu-pasir ke puncak Semeru yang lebih homogen, jalur kerikil-batu puncak Rinjani tidak enak untuk perosotan. Kami pun berkali-kali jatuh terpeleset.

Jam 07.00 badai mereda, keindahan alam Rinjani mulai terlihat. Di sisi kiri nampak danau Segara Anak. Di sisi kanan terhampar lereng-lereng Rinjani dengan sabananya, terlihat deretan tenda-tenda warna-warni di Plawangan Sembalun.

Setelah kabut tersibak

Perjalanan turun dari puncak memakan waktu 3 jam, termasuk untuk sesi foto-foto. Jam 09.00 kami sampai kembali di camp Plawangan Sembalun. Sepanjang perjalanan turun, kami banyak berpapasan dengan pendaki lain yang naik ke puncak.

Sesampainya di tenda, kami bersih-bersih badan dan menjemur baju serta barang-barang yang dibawa muncak yang basah semua karena kabut basah selama muncak. Sarapan sudah disiapkan porter kami, tapi kami tidak terlalu bernafsu makan, mungkin karena kelelahan.

Jam 11.30 kami mulai jalan turun dari lokasi camp kami di Plawangan Sembalun (2700 mdpl). Kami cukup takjub pada diri sendiri, ternyata kemarin kami bisa mendaki 7 Bukit Penyesalan. Karena untuk menuruninya pun cukup sulit dan melelahkan. Seluruh otot kaki bekerja keras untuk menahan beban tubuh di turunan yang terjal selama berjam-jam.

Porter di Rinjani

Jam 14.00 kami sampai di Pos III (1700 mdpl). Kami istirahat selama 30 menit untuk makan siang dan shalat di sini. Setelah itu lanjut lagi ke Pos II (1500 mdpl). Jalan mulai melandai, tapi turun naik. Kami banyak berpapasan dengan pendaki yang naik, yang lebih didominasi pendaki bule atau turis Asia, beserta porter-porternya. Jalan setapak hanya cukup dilalui satu orang, sehingga salah satu harus berhenti jika berpapasan.

Gunung Rinjani adalah gunung yang paling banyak turis asingnya, turis bule banyak sekali, demikian juga turis Asia. Banyaknya turis asing mungkin karena paket adventure Rinjani yang banyak ditawarkan di kawasan wisata pantai Lombok. Banyak di antara rombongan pendaki asing ini merupakan rombongan besar, yang terdiri dari 20-30 orang pendaki. Para pendaki asing ini umumnya tidak membawa apa pun pada saat mendaki, semua barang dan keperluannya selama di gunung dibawakan oleh porter. Jumlah porter yang mengiringi rombongan pendaki asing ini banyaknya bisa sama dengan jumlah pendakinya.

Jam 15.30 kami sampai di Pos II. Pada saat naik kemarin kami tertahan 3 jam di sini oleh hujan, sehingga shelter penuh oleh pendaki dan porter. Di Pos II ini ada beberapa orang menawarkan jasa ojek motor ke bawah. Dari Pos II sampai pintu rimba (titik awal pendakian), melalui jalan setapak yang cukup landai. Tetapi di beberapa titik cukup ekstrim untuk motor, misalnya saat melewati jembatan. Tapi sore itu nampaknya tidak ada satu pun ojek yang dapat penumpang.

Dengan kondisi kaki yang sudah mulai sakit di sana-sini, kami terus berjalan. Pos I (1300 mdpl) kami capai jam 16.30. Dari Pos I kami tidak menuju ke pintu rimba di Sembalun Lawang, tapi ke Boknau (1100 mdpl). Banyak pendaki lokal NTB yang melewati jalur ini. Sampai Boknau jam 18.00, di mana sudah menunggu mobil bak terbuka yang membawa kami kembali ke basecamp kami di Senaru.

Sampai Senaru sudah cukup malam. Kami menginap lagi semalam di Senaru. Besoknya masih ada satu agenda lagi di Lombok, yaitu snorkeling di Gili.

Snorkeling di Gili

Mampir ke Gili Trawangan

Rasanya lengkap sudah perjalanan ke Lombok kali ini. Menikmati keindahan alam Lombok dari dasar laut sampai ke puncak tertingginya.

Komentar

  1. rinjani trekking, salah satu pengalaman yang luar biasa bagi saya. susah dilupakan, terutama keindahannya :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gunung Gede Pangrango

Gunung Palasari

Gunung Bukit Tunggul (2019)