Gunung Ijen (2018)
Gunung Ijen adalah salah satu ikon wisata di ujung
timur pulau Jawa. Keindahan dan keunikan kawah Ijen banyak diliput media. "Wisata" gunung Ijen berbeda
dengan gunung Bromo. Di Bromo, kita lebih banyak naik jeep,
dan baru perlu sedikit jalan mendaki jika ingin melihat kawah. Di Gunung Ijen ini kita betul-betul mendaki gunung.
Paltuding
adalah satu-satunya basecamp dan pintu masuk pendakian Gunung Ijen. Paltuding
dapat dicapai dari arah Banyuwangi (timur/ tenggara) dan dari arah
Bondowoso/ Situbondo (barat/ barat laut). Keduanya sama-sama harus melalui jalan
sempit, berkelok tajam, naik turun. Diperlukan skill yang bagus untuk
mengemudikan mobil di jalur ini.
Jalan
sempit berkelok ini jika dari arah Bondowoso/Situbondo sekitar 3 jam lamanya,
sedangkan jika dari arah Banyuwangi sekitar 1.5 jam, tapi dengan tanjakan dan
belokan yang lebih ekstrim. Jika dari arah Bondowoso/Situbondo, medan yang
dilewati adalah perkebunan kopi. Ada 3 kali portal di jalur ini, yang kita
harus turun untuk melapor. Jika dari arah Banyuwangi, medannya hutan, tidak
perlu turun untuk melapor.
Baik
dari arah Bondowoso/Situbondo atau dari Banyuwangi, keduanya banyak petunjuk
arah jalan ke Gunung Ijen. Bahkan dari sangat jauh dari Gunung Ijen, sudah ada
petunjuk arah. Tapi tidak ada tulisan Paltuding.
Basecamp Paltuding |
Basecamp
Paltuding sejak 2018 terus ditata, terlihat bangunan-bangunannya yang masih
baru, dan beberapa masih dalam tahap konstruksi. Mungkin ini ada kaitannya
dengan kunjungan Jokowi dan beberapa menteri di akhir 2018.
Fasilitas
di basecamp Paltuding meliputi lapangan parkir, loket tiket masuk, gedung
pertemuan, toilet, serta warung-warung dan homestay/penginapan yang dikelola
masyarakat.
Paltuding
ini hanya basecamp, bukan kampung seperti di Bromo atau kota seperti di Dieng.
Jadi fasilitas menginap masih sangat terbatas.
Petunjuk-petunjuk
arah dan tulisan di basecamp adalah Kawah Ijen bukan Gunung Ijen. Keduanya
benar, karena Kawah Ijen terletak di puncak Gunung Ijen. Titik tertinggi di
Gunung Ijen saat ini berada pada ketinggian sekitar 2400 mdpl (di puncak Ijen
tertulis 2386 mdpl, tetapi di Wikipedia menyebut 2443 mdpl).
Kawah
Ijen mempunyai luas 5.5 hektar dengan kedalaman 200 meter. Dapat dibayangkan,
dulunya Gunung Ijen ini sangat tinggi, dilihat dari kaldera yang tersisa saat
ini.
Kawah
Ijen (yang dalam Bahasa Jawa berarti sendiri), ternyata tidak sendiri. Paling
tidak ada 2 puncak yang berdampingan dengan Kawah Ijen, yaitu Gunung Merapi
(2779 mdpl) dan Gunung Rante (2644 mdpl). Di kejauhan banyak terlihat
puncak-puncak lain, yang paling besar adalah Gunung Raung di sebelah barat.
Basecamp Paltuding |
Kamis tanggal 27 Desember 2018 jam 23.30, kami sampai di Paltuding, setelah menempuh perjalanan 16 jam dari
Bandung dengan mobil. Suasana Paltuding saat kami datang sudah banyak mobil,
dan masih banyak orang yang lalu lalang, karena pendakian ke Kawah Ijen sejam
lagi akan dimulai.
Cuaca
cukup cerah, terlihat bulan sepotong dan bintang-bintang yang sangat jelas,
suhu tidak terlalu dingin, sekitar 16 derajat celcius. Ketinggian Paltuding
sekitar 1150 mdpl, mirip dengan Lembang.
Kami
segera mengenakan baju dan perlengkapan pendakian, dan setelah itu berusaha
sedapat mungkin tidur di dalam mobil, sejam lumayan. Jam 01.00, suasana menjadi
ramai orang yang mulai mendaki. Kami masih berusaha tidur sebentar lagi.
Jam
01.30, kami semua bangun dan bersiap. Jam 01.45 mulai jalan. Mendaftar di loket
dan membayar Rp 30 ribu untuk tiket masuk dan parkir, dan sewa masker Rp 25
ribu/buah. Pendaki yang mau turun ke kawah diwajibkan menggunakan masker.
Medan
awal langsung menanjak tajam sekitar 30 menit (kalo jalan terus, tidak
berhenti). Tanjakan ini betul-betul berat dan panjang. Sehingga banyak pendaki
atau wisatawan yang tidak siap fisik maupun mental (karena mungkin mengira jalan-jalan
biasa) pada bertumbangan.
Pada
30 menit awal ini jalan cukup lebar, sekitar 2,5 meter, dengan kanan-kiri jalan
sedang dipasangi selokan dari beton. Dalam 30 menit awal ini, ada 5 shelter
yang masih baru. Di setiap shelter ada seperti pendopo seluas 4x4 meter dan toilet.
Shelter dan Toilet |
Jalan
lebar ini diakhiri dengan kantin. Di lokasi ini ada sebuah bangunan peninggalan
Belanda yang disebut Pondok Bunder. Bangunan ini dibuat tahun 1927, sebagai
basecamp pemantauan danau kawah Ijen, yang dulunya air danau dapat sampai
meluap.
Pondok Bunder |
Dari
Pondok Bunder sampai puncak kawah (punggungan kaldera), jalan menyempit menjadi
sekitar 1 meter, naik turun, kadang berbatu, kadang berupa undak-undakan. Hari
itu pengunjung Gunung Ijen katanya tidak cukup banyak. Tapi tetap saja terjadi
antrian di jalur ini. Waktu tempuh kami dari Pondok Bunder sampai Puncak Kawah
sekitar 45 menit.
Keberadaan
gerobak atau troli pengangkut pengunjung pada kenyataannya sangat mengganggu
pengunjung/pendaki yang berjalan kaki. Troli selalu mendapat prioritas untuk
jalan, pejalan kaki minggir dulu.
Troli
ini berupa gerobak kecil terbuat dari besi, dengan diberi jok sebagai tempat
duduk untuk satu orang. Troli biasanya ditarik satu orang dan didorong dua
orang jika naik. Jika turun, dipegangi dan direm, ada rem tromol di rodanya.
Troli
mengangkut penumpang hanya sampai ke puncak Kawah, dan turun lagi ke pintu
masuk. Ongkos untuk naik-turun Rp 800 ribu. Untuk naik saja Rp 600 ribu, dan
untuk turun saja Rp 400 ribu.
Troli Ijen |
Perjalanan
dari pintu masuk sampai Puncak Kawah Ijen sekitar 1 jam 15 menit, dengan jarak
sekitar 3 km, dengan tanjakan yang lumayan terjal. Troli hanya sampai di sini.
Setelah
sampai di Puncak Kawah, ada dua hal yang bisa dilakukan, yaitu turun ke kawah
untuk melihat blue fire, atau mengitari punggungan kaldera untuk menikmati
sunrise.
Blue
fire adalah api biru dari semburan belerang yang keluar dari kawah, yang hanya
terlihat di kegelapan. Karena kita mau melihat sunrise jam 5-an, maka melihat
blue fire harus sebelum jam 4 pagi.
Blue
fire menjadi daya tarik utama Kawah Ijen. Namun sejujurnya, usaha yang harus
dilakukan untuk melihat blue fire terlalu besar. Dari Puncak Kawah sampai ke
lokasi melihat blue fire sekitar 30 menit, dengan jalan yang curam berbatu.
Baliknya lagi juga perlu 30 menit lagi, dengan jalan menanjak tajam.
Masker
harus dipakai pada saat masuk ke dalam kawah. Asap belerang dari Kawah Ijen
tidak terlalu berbau, tetapi jika dihirup bisa menyebabkan batuk, dan pedih di
mata.
Blue Fire |
Jauh
sebelum terkenal sebagai tujuan wisata, penambangan belerang merupakan kegiatan
utama di Kawah Ijen. Hingga saat ini kegiatan penambangan belerang masih terus
berlangsung, berdampingan dengan kegiatan wisata.
Penambangan
belerang dilakukan secara manual. Bongkahan-bongkahan belerang yang terbentuk
di dasar Kawah Ijen diambil oleh penambang dengan linggis dan pacul. Kemudian
diangkut ke Puncak Kawah dengan dipikul.
Penambangan Belerang |
Dalam
sekali angkut, seorang penambang dapat memikul belerang sekitar 70 kg. Dalam
sehari, seorang penambang biasanya mengambil belerang 2-3 kali, yang dijual
kepada pengepul dengan harga sekitar Rp 1500/kg.
Troli
yang digunakan untuk mengangkut wisatawan sebetulnya pada awalnya adalah troli
untuk mengangkut belerang. Sebagian penambang belerang juga merangkap sebagai
ojek troli untuk wisatawan.
Suvenir Ijen |
Pagi
hari cuaca mendung, jadi kami gagal melihat sunrise. Bahkan semburat merah pun
tidak terlihat. Tapi patut disyukuri, tidak hujan, meskipun sekali-kali ada
titik-titik air.
Yang
disebut Puncak Ijen adalah punggungan bibir kawah atau kaldera Ijen. Punggungan
ini tidak cukup lebar, hanya jalan setapak. Sisi kiri adalah kawah dengan
kemiringan sangat terjal dan sisi kanan lebih landai.
Puncak Kawah Ijen |
Di Atas Kawah Ijen |
Punggungan Kawah dengan Latar Gn. Merapi |
Kami
memutari sekitar sepertiga dari punggungan kaldera. Di arah barat, terlihat di
kejauhan Gunung Raung dengan puncak-puncaknya yang tajam dan khas. Di depannya
terlihat Gunung Suket, Gunung Pendil, dan Gunung Rante.
Komentar
Posting Komentar